Jumat, 10 Mei 2013

SENGKETA TANAH MILITER DAN DINAMIKA AGRARIA (Pendekatan Kesejarahan Terhadap Klaim Masyarakat dan Langkah-langkah Perencanaan dan Penyelesaian Sengketa Tanah TNI/POLRI)

Usep Setiawan
(Staf Khusus Kepala BPN RI Bidang Hukum)
Workshop Penyelesaian Sengketa Tanah Asset TNI/POLRI
Kedeputian V Badan Pertanahan Nasional RI
Hotel Century Park Senayan -  Jakarta, 13 September 2011
ISI PRESENTASI
1. Pengantar
•Persoalan sengketa tanah-tanah militer kurang banyak mendapat tempat dalam diskursus sejarah konflik agraria, dibandingkan dgn sengketa tanah2 perkebunan ataupun sengketa di perkotaan.
•Diperlukan kajian pengungkapan sejarah thd peran militer scr institusional dlm sengketa tanah & klaim militer dlm mengambil tanah2 rakyat utk kepentingan bisnis, pusat latihan tempur & fasilitas lainnya.
•Paparan ini menggambarkan sejarah sengketa tanah yg melibatkan militer di Indonesia, menunjukkan potret sengketa tanah militer di lapangan & mengusulkan arah solusi penanganan serta penyelesaiannya scr menyeluruh.
▫Sumber utama: Herlambang Perdana (2004; 2008).
2. Sejarah posisi militer dalam sengketa tanah
•Terdapat periodisasi perampasan tanah dalam 3 masa atau rentang waktu, yakni :
▫(1) Periode 1950-1958 (atau disebut masa revolusi kemerdekaan hingga perang darurat militer);
▫(2) Periode 1958-1965 (masa penguasa perang darurat daerah hingga demokrasi terpimpin); dan
▫(3) Periode 1965-1976 (masa awal orde baru atau pembangunanisme).
•Dipahami bahwa konflik tanah yang menghadapkan petani dengan militer, yang terjadi sejak tahun 1950-an, bukanlah konflik yang terjadi parsial.
•Melainkan konflik tanah secara sistemik yg melibatkan institusi militer scr resmi, terencana & menggunakan media legal formal utk melakukan pengambilalihan tanah2 rakyat atas dasar klaim sepihak militer (terorganisir).
•Perlu penelusuran sejarah konteks politik masa lalu yang dihubungkan dengan upaya penyelesaian sengketa tanah-tanah rakyat pada masa sekarang.
•Pengaruh Konferensi Meja Bundar (KMB) bagi politik militer, khususnya thd penguasaan aset2 bekas kolonial yg kemudian dinasionalisasi pemerintah, termasuk nasionalisasi industri & tanah2 perkebunan.
•Begitu pula pengaruh politik sebelum & sesudah peristiwa 1965 terkait penguasaan tanah2 rakyat di tengah gencarnya program land reform pasca diberlakukannya UUPA 1960 & UU No 51/Prp/1960.
•Sejumlah konteks politik lain yg amat penting dianalisis hubungannya dgn aneka kekuatan politik, khususnya militer thd problem ketimpangan penguasaan tanah2 yg menjadi warisan konflik sekarang.
•Penjelasan ttg penguasaan tanah2 militer dgn dalih "pembelian", nasionalisasi aset2 kolonial, sebagian besar merupakan hasil perampasan hak2 tanah rakyat scr sistematik & terorganisasi rapi à Dipersoalkan rakyat di kemudian hari!
3. Potret sengketa tanah dan keterlibatan militer
•Dari 1.753 kasus yg direkam KPA (1970-2001), pihak militer termasuk yang paling sering berhadapan dgn rakyat. Tak kurang 29% kasus telah mengakibatkan rakyat bergulat dgn militer. Analisis thd pola konflik agraria menampilkan wajah penaklukan & penindasan oleh aparat negara thd rakyat.
•Sebagai contoh: Untuk kasus tanah yg dirampas militer di Jatim (2004), ada 25 kasus yg melibatkan militer, baik TNI AD (tujuh kasus), TNI AL (12 kasus), dan TNI AU (enam kasus), dgn luas sengketa 15.374,29 hektar. Kasus2 itu juga terjadi di berbagai provinsi lain (Perdana, 2004).
•Sering bukti2 hak rakyat atas tanah tak diakui. Penindasan yg kerap dialami rakyat berupa intimidasi, teror & kekerasan fisik. Sering terjadi penangkapan hingga pemenjaraan tokoh rakyat yg memperjuangkan haknya atas tanah. Bahkan, penggunaan senjata & alat kekerasan negera & premanisme yg mengorbankan rakyat.
•Korban sengketa tanah dgn militer, banyak petani yg jadi korban kekerasan dlm upaya memperjuangkan kembalinya hak atas tanah, seperti penculikan atau kasus orang hilang, pembunuhan, pelecehan seksual, penganiayaan, penahanan & penangkapan semena2.
•Ketika negara tdk mampu menyelesaikan problem tanah militer, institusi militer dgn peran politiknya telah menerobos dominasi politik negara utk mengendalikan kebijakan politik tanah.
•Keterlibatan militer dlm politik tanah melahirkan banyak sengketa tanah militer. Sengketa tanah militer adalah sengketa tanah antara rakyat petani dgn institusi militer yang terjadi akibat perampasan tanah secara paksa dengan pola kekerasan di masa lalu & mempergunakan tanah rampasan tersebut utk kepentingan militer, seperti utk fasilitas latihan militer, bisnis, perkebunan, perumahan & kepentingan militer lainnya.
•Yg patut dipersoalkan adalah cara2 perampasan tanah2 rakyat yg dilakukan dgn pendekatan kekerasan (repressive approach), seperti: pembunuhan, penembakan, penculikan, pengrusakan, pengusiran/penggusuran, dan pemaksaan lainnya, termasuk berbagai manipulasi peruntukan tanahnya.
•Sengketa tanah militer meluas sesungguhnya byk terjadi di berbagai wilayah Indonesia, baik yg menghadapkan rakyat dgn institusi TNI AD, AU maupun AL.
•Banyak lembaga metamorfosis TNI yg digunakan sbg alat utk klaim hak2 tanah atau aset militer. Misalnya peruntukan seperti proyek perumahan atau pemukiman (Prokimal TNI-AL; Prokimad TNI-AD), fasilitas latihan tempur, gudang peralatan, perkebunan, & disewakan utk bisnis militer yg menggunakan badan hukum yayasan2 militer ataupun koperasi (Puskopad TNI-AD, Puskopau TNI-AU, Puskopal TNI-AL).
•Dengan begitu, terjadilah pertemuan antara pola represi dengan pola akumulasi kapital dalam sengketa tanah militer yang mengakibatkan tidak hanya kemiskinan sosial, namun juga traumatik psikologis.
4. Usulan solusi yang bisa dikedepankan
Berangkatdarihambatan/kendalaygada:
•Pertama, BPN sbg lembaga birokrasi tanah, belum mampu menyelesaikan konflik tanah jenis ini secara tuntas karena keterbatasan kelembagaan & kewenangannya. Membawa kasusnya ke pengadilan, justru  kerap menyulitkan posisi rakyat.
• Kedua, birokrasi tanah militer memiliki sejarah tersendiri sehingga byk ditemui klaim kepemilikan militer disahkan oleh surat2 keputusan militer. Banyak institusi negara memilih menghindar dari upaya penyelesaian sengketa tanah-tanah militer dengan berbagai alasan yang beragam dan tidak jelas.
•Ketiga, belum ada mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang dikuasai militer. Standar penyelesaian sengketa tanah militer lebih rumit lagi, bukan karena banyak jalan atau tahapan yang harus ditempuh. Namun lebih pada tiadanya standar.
•Penanganan problem agraria secara adil dan manusiawi melalui Reforma agraria akan menjadikan demokrasi lebih bermakna keadilan dan kemanusiaan. Rencara pelaksanaan reforma agraria yg ditegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dlm pidato awal tahun 2007 (31/01), hendaknya sekaligus bermakna reposisi militer dari “aktor pemicu konflik” menjadi “pengawal terbitnya keadilan”.
•Pengalaman bangsa2 mengajarkan bahwa RA yg berhasil selalu menyertakan pihak militer sbg backing-nya rakyat sekaligus pengawal setia pemerintah yg sdg menaburkan benih kesejahteraan, kemakmuran & keadilan bagi raknyat.
•Militer perlu segera mereposisi diri untuk terlibat mensukseskan pelaksanaan reforma agraria. Skenario ini mensyaratkan adanya instruksi yang tegas dari panglima tertinggi militer (Presiden) mengenai agenda ini. Prasyaratnya, Presiden punya keyakinan penuh untuk memimpin langsung pelaksanaan reforma agraria.
5. Penutup
Selaraskan dgn Reforma Agraria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar