Jumat, 10 Mei 2013

RINGKASAN EKSEKUTIF ANALISIS HAMBATAN KENDALA DAN MASALAH PELAKSANAAN PROGRAM PERTANAHAN TAHUN 2010

  1. I.              Latar Belakang
Pelaksanaan Program-program Pertanahan pada tahun 2010 mengalami Hambatan, Kendala dan Masalah yang perlu diidentifikasi dan dikaji dalam rangka penyempurnaan pelaksanaannya di masa yang akan datang.
  1. II.            Tujuan
Melakukan analisis terhadap Hambatan, Kendala dan Masalah yang kemudian dirumuskan dalam bentuk rekomendasi pelaksanaan program pertanahan di masa mendatang.
  1. III.           Pendekatan
Pengumpulan data Hambatan, Kendala dan Masalah dilakukan dengan berbagai metode yaitu:
  1. Melakukan interview kepada pejabat dan penanggung jawab kegiatan di 33 Kantor Wilayah dan sampling 2 Kantor Pertanahan di setiap Provinsi;
  2. Melakukan analisis data yang telah dientry melalui aplikasi Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP) secara online; dan
  3. Mengumpulkan data pendukung lainnya pada lokasi Program Pertanahan di Kantor Wilayah maupun Kantor Pertanahan terpilih.
  4. IV.          Hasil Analisis
Analisis mengenai Hambatan Kendala dan Masalah (HKM) yang dapat diidentifikasi meliputi hal-hal berikut:
  1. 1.    Analisis HKM terkait Kelembagaan
    1. a.    Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Hasil pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi terhadap hambatan, kendala dan masalah program pertanahan khususnya dalam pelaksanaan legalisasi aset, terkait dengan BPHTB adalah sebagai berikut:
1)        Belum adanya SPPT PBB tahun terakhir atas tanah yang akan dimohon haknya.
Masalah yang sering dihadapi pemohon, khususnya yang akan mengajukan permohonan pendaftaran hak secara rutin (PNBP) yang diajukan pada awal tahun adalah belum adanya SPPT PBB tahun berjalan. Kantor PBB baru akan menerbitkan SPPT PBB pada bulan April atau Mei pada tahun berjalan.
2)        Rendahnya Penetapan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena BBHTB (NPOPTKP) oleh Pemerintah Daerah.
Pemerintah daerah cenderung menetapkan NPOPTKP relatif rendah. Akibatnya masyarakat banyak yang tidak mampu menjadi peserta proyek legalisasi aset disebabkan terkendala BPHTB khususnya yang dibiayai oleh APBN.
3)        Rendahnya Kemampuan Masyarakat untuk Membayar BPHTB.
Program pertanahan yang dibiayai oleh APBN sebagian besar ditujukan bagi masyarakat yang kurang mampu. Dengan adanya persyaratan untuk melunasi BPHTB, banyak masyarakat yang tidak mampu membayarnya sehingga berakibat batal menjadi peserta kegiatan legalisasi aset. Kondisi tersebut dirasakan kurang memihak terhadap masyarakat tidak mampu.
4)        Lemahnya Data Awal untuk Pendeteksian  Pengenaan BPHTB.
Melihat banyaknya permasalahan BPHTB mengindikasikan bahwa dalam pemeriksaan data yuridis dan data lainnya kurang terorganisir dengan baik yang dapat berdampak pada pelaksanaan legalisasi aset. Pendeteksian awal dari data yuridis dan kelengkapan berkas terhadap pengenaan BPHTB sangat penting untuk dilaksanakan.
Untuk memperlancar jalannya pelaksanaan legalisasi aset kiranya perlu bagi kita untuk secara erat berkoordinasi dengan Kantor PBB untuk bersama-sama melakukan penyuluhan kepada warga masyarakat sebelum pelaksanaan pekerjaan berjalan.
5)        Adanya Kewajiban Melakukan Validasi Surat Setoran BPHTB (SSB) di Kantor PBB.
Adanya permintaan dari kantor PBB  untuk melakukan validasi terhadap Surat Setoran BPHTB yang telah dibayar oleh pemohon hak atas tanah merupakan kendala tersendiri dalam pelaksanaan legalisasi aset, karena akan menghambat pelaksanaan dalam proses legalisasi aset.
  1. b.    Persamaan Persepsi
Hasil pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi hambatan, kendala dan masalah program pertanahan khususnya dalam pelaksanaan legalisasi aset, terkait dengan persamaan persepsi adalah sebagai berikut:
1)        Belum adanya persamaan persepsi di lingkungan internal BPN mengenai urutan tahapan kegiatan maupun nomenklatur pada program pertanahan.
Perbedaan persepsi tersebut dapat dilihat misalnya pada tahapan pengumpulan data yuridis dalam  kegiatan legalisasi aset. Apakah pengumpulan data yuridis itu menjadi tahapan tersendiri yang harus dikerjakan pada awal kegiatan atau menjadi bagian dari tahapan pemeriksaan tanah.
Demikian juga apabila kita lihat dari peraturan yang mengatur struktur organisasi BPN RI, yang  mengatur bahwa pelaksanaan pengukuran batas bidang tanah secara struktural ada pada Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (Deputi II)  di BPN RI. Akan tetapi, di Kantor Pertanahan seksi yang menangani pengukuran ada pada Seksi Pengukuran dan Pemetaan Tanah (Seksi I), demikian juga di Kanwil, pelaksana kegiatan pengukuran ada pada Bidang Pengukuran dan Pemetaan Tanah (Bidang I).
2)        Belum adanya persamaan persepsi dalam hal pembuatan petunjuk teknis yang mengikat antara BPN RI dengan instansi terkait dalam kegiatan lintas sektoral.
Hal tersebut khususnya terkait kegiatan legalisasi aset (UKM, Nelayan, Petani, Transmigrasi dll) terutama dalam hal mekanisme pembentukan POKJA, Penetapan Subyek/Obyek dan Penanganan Masalah BPHTB.
  1. 2.    Analisis HKM terkait Koordinasi
    1. a.    Masih kurangnya koordinasi antar-unit kerja dalam pengumpulan data.
Pengumpulan data kemajuan pelaksanaan program pertanahan, terutama dalam rangka pelaporan data melalui Aplikasi SKMPP, mengalami keterlambatan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar-unit kerja terkait. TKPP Kabupaten/Kota maupun TKPP Provinsi belum sepenuhnya bekerja secara optimal, bahkan dibeberapa Kantor Pertanahan, TKPP belum dibentuk. Hal ini mengakibatkan  bertambahnya beban Admin SKMPP dalam pelaporan kemajuan program pertanahan karena masih kurang dan terlambatnya ketersediaan data.
  1. b.    Masih kurangnya koordinasi dengan bagian keuangan.
Kurangnya koordinasi antar-setiap pelaksana kegiatan dapat mengakibatkan keterlambatan pencairan keuangan, yang berakibat pula pada keterlambatan pelaporan realisasi pencairan anggaran/keuangan pada Aplikasi SKMPP.
Sebaiknya pada saat dimulainya kegiatan, harus diimbangi dengan kesiapan setiap pelaksana kegiatan untuk menyeimbangkan realisasi fisik dan anggaran secara berkesesuaian. Rapat koordinasi yang melibatkan seluruh unit terkait terutama dengan unit kerja keuangan harus selalu dilakukan.
  1. c.    Masih lemahnya perencanaan dalam pelaksanaan program pertanahan.
Lemahnya perencanaan dalam pelaksanaan program pertanahan dapat diindikasikan dengan masih terjadinya perubahan subyek maupun obyek pada saat program pertanahan sudah dijalankan. Ketersediaan data yang akurat mengenai subyek dan obyek yang akan ditetapkan dalam pelaksanaan program pertanahan sangat mendukung lancarnya pelaksanaan kegiatan. Dengan melakukan   pendataan awal subyek dan obyek tersebut diharapkan dalam penetapannya dapat dilakukan dengan akurat, sehingga  perubahan subyek dan obyek kegiatan yang akan menghambat pelaksanaan program pertanahan dapat dihindarkan.
  1. d.    Masih kurangnya koordinasi dengan instansi terkait.
Koordinasi lintas sektoral sangat diperlukan, khususnya untuk kegiatan sertipikasi tanah UKM, tanah petani,  tanah nelayan, dan  tanah transmigrasi. Namun, dalam  pelaksanaannya masih banyak ditemui  adanya kendala terutama dalam pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) baik Pusat maupun provinsi yang melibatkan instansi terkait. Lebih jauh, koordinasi eksternal ini harus terus dilakukan secara intensif, sehingga program pertanahan dipastikan dapat berjalan lancar dan mempunyai dampak positif yang optimal.
  1. 3.    Analisis HKM terkait manajemen lembaga
    1. a.    Manajemen data
Manajemen data melalui pengarsipan di lingkungan BPN-RI saat ini  belum mendapatkan perhatian yang besar dalam pengelolaannya. Padahal keberadaan arsip di BPN merupakan hal yang sangat vital. Pengelolaan arsip yang tidak baik akan berdampak pada kinerja kantor secara keseluruhan. Karena hampir sebagian besar kegiatan yang ada di Kantor Pertanahan berhubungan dengan arsip baik itu Buku Tanah, Surat Ukur, Warkah maupun arsip yang lainnya.
  1. b.    Manajemen Keuangan
Pencapaian Kinerja BPN-RI pada tahun anggaran 2010, khususnya untuk kegiatan legalisasi aset terjadi ketidakseimbangan antara capaian fisik dan keuangan, dimana capaian fisik lebih besar daripada serapan anggarannya. Hal ini menyebabkan banyak pekerjaan yang telah diselesaikan fisiknya namun tidak dapat dipertanggungjawabkan keuangannya.  Hasil diskusi dengan pelaksana terdapat beberapa hal sebagai penyebabnya antara lain penempatan DIPA masih di Kanwil, sedangkan kegiatannya dilakukan di Kantor Pertanahan. Disamping itu satuan dalam kegiatan pengukuran bidang tanah masih menggunakan satuan  OH/OT, sedangkan selayaknya dalam satuan bidang.
  1. c.    Manajemen SDM
Faktor yang banyak dikeluhkan oleh Kantor Pertanahan terkait dengan sumber daya manusia adalah kurangnya petugas ukur yang akan berpengaruh terhadap capaian kinerja kegiatan maupun kantor.
Jumlah pegawai BPN RI sampai saat ini relatif mencukupi, yaitu berkisar sekitar 25.000 orang. Dari tahun ke tahun peningkatan jumlah pegawai kecil disebabkan terbatasnya jumlah penerimaan pegawai baik setingkat pendidikan strata 1, Diploma maupun SMA. Dengan berkembangnya struktur organisasi sesuai Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006, serta adanya pemekaran daerah, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 430 Kota/Kabupaten, maka perlu adanya petugas ukur secara memadai.
  1. d.    Sarana dan prasarana penunjang
Adanya keterbatasan teknologi informasi dan komunikasi pada kantor-kantor yang jauh dan terpencil dengan akses dan peralatan yang terbatas menyebabkan kemampuan pelayanan pada kantor tersebut relatif lamban.
Karakteristik daerah yang satu dengan daerah yang lain sangat beragam. Di kantor-kantor pertanahan tertentu terdapat kendala dalam pelaksanaan tugas pertanahan di lapangan, disebabkan hambatan transportasi. Daerah yang transportasinya tidak lancar sangat mempengaruhi pelayanan pertanahan, karena ketergantungan dari sarana transportasi sangat tinggi dan mempengaruhi kecepatan dalam penyelesaiannya.

  1. 4.    Analisis HKM terkait Aplikasi SKMPP
Hasil inventarisasi hambatan, kendala dan masalah terhadap pelaksanaan pelaporan data program pertanahan melalui Aplikasi Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP) yang terjadi di Kanwil BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Masih terbatasnya SDM yang menguasi Teknologi Informasi;
  2. Belum seluruh Kantor Pertanahan terhubung dengan jaringan internet;
  3. Masih seringnya jaringan listrik terputus;
  4. Masih lambatnya koneksi internet;
  5. Masih lambatnya proses loading pada saat data mau di-input;
  6. Time limit pengguna oleh server pusat masih terlalu cepat;
  7. Masih adanya Kantor Pertanahan yang koneksi internetnya diblokir oleh Telkom;
  8. Masih adanya Kantor Pertanahan yang internet-nya belum dibayar;
  9. Masih adanya Kantor Pertanahan yang membayar sendiri biaya internet-nya  dan belum mendapatkan penggantian dari BPN Pusat;
  10. Masih kurangnya koordinasi antar-seksi dalam menghimpun data hasil kegiatan program pertanahan yang akan di-input dalam Aplikasi SKMPP;
  11. Masih adanya tahapan kegiatan pada Aplikasi SKMPP yang tidak sesuai dengan Petunjuk Operasional;
  12. Masih adanya format laporan yang diminta oleh unit kerja teknis terkait yang berbeda dengan format laporan yang ada pada Aplikasi SKMPP;
  13. Masih banyak daerah yang belum melaporkan kegiatan pertanahan dalam format SKMPP dengan alasan :
-   Format laporan pada Aplikasi SKMPP tidak merujuk pada format laporan yang biasa dipedomani oleh unit kerja di daerah;
-   Kurangnya pemahaman terhadap tata cara pengisian format laporan pada Aplikasi SKMPP, bahkan format laporannya masih dianggap terlalu rumit;
-   Khusus format laporan untuk kegiatan penyelesaian  sengketa, konflik, dan perkara tidak memuat detil informasi yang dibutuhkan.

  1. 5.    Analisis HKM terkait faktor eksternal
Salah satu faktor tidak tercapainya target program pertanahan secara maksimal, karena partisipasi masyarakat yang kurang maksimal. Hal  ini disebabkan karena :
  1. masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat sertipikat tanah;
  2. masih kurangnya pengetahuan warga masyarakat terhadap akibat yang  timbul jika tanahnya tidak disertipikasi;
  3. masih adanya sebagian masyarakat yang merasa bahwa tanpa disertipikatpun, tidak akan terjadi masalah dengan tanahnya;
  4. adanya anggapan bahwa pengurusan tanah masih berbelit, mahal, dan lama;
  5. masih kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap BPN.


  1. 6.    Analisis teknis pengumpulan data
Kesulitan yang banyak dihadapi dalam pengumpulan data terkait dengan  subyek hak adalah para pemilik tanah tidak berdomisili di lokasi bidang tanahnya. Kondisi tersebut menyulitkan pelaksanaan pengumpulan data yuridis atau data mengenai riwayat tanah. Dalam proses pengukuran, domisili pemilik tanah juga sering menjadi kendala terhadap pelaksanaan penunjukan batas dan kesepakatan batas dikarenakan akan sulit untuk mengumpulkan para pemilik tanah yang berbatasan  dalam satu waktu jika para pemilik tanah tinggal jauh dari lokasi pengukuran.
Terkait dengan fisik objek hak yaitu bidang tanah, untuk beberapa kasus terutama di pedesaan, batas-batas bidang tanah merupakan batas alam seperti pohon, bukit, sungai dan lain-lain sehingga pemilik tanah seringkali tidak dapat  menunjukkan batas secara tepat terhadap bidang tanah yang dimilikinya. Untuk itu diperlukan kesepakatan yang jelas antara para pemilik tanah yang berdampingan untuk menghindari sengketa batas di kemudian hari.
  1. V.           Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat disusun dalam rangka penyempurnan pelaksanaan program-program pertanahan adalah sebagai berikut:
  1. Rekomendasi untuk Kelembagaan
    1. BPHTB
Kakanwil BPN Propinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota agar lebih proaktif melakukan pendekatan dan penjelasan ke Pemerintah Daerah dalam penentuan besarnya NPOPTKP agar pengenaan BPHTB tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaan program-program pertanahan.
Perlu perencanaan yang matang terkait penetapan lokasi kegiatan maupun peserta untuk bisa dilakukan pemeriksaan terhadap berkas permohonan, sehingga dapat diketahui berapa besar BPHTB yang harus dibayar oleh calon peserta.
Sosialisasi dalam pelaksanaan kegiatan legalisasi aset sebaiknya melibatkan instansi Pajak Bumi dan Bangunan agar dapat memberikan gambaran kepada calon peserta mengenai penetapan BPHTB terhadap tanah yang dimohon.
  1. Persamaan Persepsi
Komunikasi antara unit kerja di lingkungan BPN RI harus selalu dilakukan secara periodik dan intensif dalam menentukan mekanisme standar sehingga sesuai dengan Peraturan Pertanahan yang ada.
  1. Rekomendasi untuk Peningkatan Koordinasi
    1. Komunikasi teknis Tim Kendali Program Pertanahan dengan portofolio harus terus dilakukan secara periodik dan intensif untuk mendapatkan solusi penyelesaikan hambatan, kendala dan masalah sehingga pelaksanaan program-program pertanahan berjalan sesuai dengan rencana.
    2. Koordinasi internal maupun eksternal dalam pelaksanaan program-program pertanahan harus terus diintensifkan terutama yang berkaitan dengan program-program pertanahan lintas sektoral.
    3. Rekomendasi untuk Manajemen Kelembagaan
      1. Peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia harus  dilakukan secara terus-menerus dalam hal kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas untuk menunjang pelaksanaan program-program pertanahan.
      2. Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan kegiatan program pertanahan.
      3. Perlu dibuat analisis jabatan yang mengatur persyaratan dan kemampuan dasar, sebelum seseorang menduduki suatu jabatan.
      4. Perlu dibuat database kepegawaian untuk mendukung analisis jabatan dalam penetapan pejabat sesuai dengan kapabilitas.
      5. Perlu dibuat tipologi kantor untuk mempermudah pendistribusian pegawai sesuai beban kantor unit kerja yang bersangkutan untuk menunjang efektifitas dan efesiensi kinerja.
      6. Rekomendasi untuk pengembangan aplikasi SKMPP
        1. Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP) perlu dikembangkan bukan hanya untuk mengendalikan program-program pertanahan yang bersifat internal, namun lebih jauh untuk memantau dan mengendalikan kebijakan pertanahan yang mempunyai dampak eksternal untuk memastikan tujuan-tujuan kebijakan BPN RI tercapai.
        2. Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP) harus dapat memberikan umpan-balik dalam proses penyempurnaan substansi program-program pertanahan.
        3. Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP) harus menjadi perangkat untuk memantau, mengukur kinerja, mendeteksi hambatan, kendala dan masalah, serta memastikan program-program pertanahan tercapai dan berkualitas.
        4. Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP) harus menjadi perangkat untuk mengalirkan kebijakan Kepala BPN RI dari pelaksana di pusat sampai ke pelaksana di daerah.
        5. Sehubungan dengan butir-butir a, b, c, dan d, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1)        Pengembangan aplikasi SKMPP harus diarahkan kepada pengendalian yang bersifat kualitatif selain kuantitatif terhadap pelaksanaan program-program pertanahan dalam perspektif pengendalian eksternal.
2)        Pelaporan harus dilakukan satu pintu melalui aplikasi SKMPP, kecuali laporan yang bersifat khusus.
3)        Penyempurnaan aplikasi SKMPP harus terus dilakukan (continuous improvement), dengan harapan semua jenis pelaporan dapat terakomodir dan dapat diterima oleh semua pihak.
4)        Perluasan fungsi Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) agar dapat dimanfaatkan untuk semua pelaksanaan tugas di Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah BPN Propinsi, dan BPN RI, serta secara otomatis menjadi sumber data bagi SKMPP.
5)        Peningkatan infrastruktur, khususnya penambahan dan pengaturan penggunaan bandwidth dan percepatan akses jaringan teknologi informasi perlu dilakukan guna menunjang kelancaran komunikasi melalui internet.
6)        Pemanfaatkan SKMPP oleh setiap portofolio secara optimal sekaligus memberi masukan secara kontinyu kepada Tim Kendali dalam rangka pengembangan aplikasi sesuai kebutuhan masing-masing portofolio.
7)        Penerbitan segera terkait surat edaran tentang integrasi SAI dan SPI ke dalam SKMPP agar memudahkan pengendalian pelaporannya.
8)        Penggunaan aplikasi SKMPP perlu dilembagakan secara formal dengan peraturan Kepala BPN RI (dalam proses penyelesaian).
                                     Jakarta, 25  Mei 2011
                                       Ketua PelaksanA Harian
Tim Kendali Program Pertanahan
                                     Prof. Dr. Ir. BUDI MULYANTO, M.Sc
                                    NIP. 19560702 198103 1 005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar