Jumat, 10 Mei 2013

HASIL RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN DAN PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

  1. A.   LATAR BELAKANG
Pada pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BPN RI tahun 2012, dalam kaitannya dengan penerapan konsepsi Reforma Agraria, telah diperoleh pembelajaran antara lain bahwa penyelesaian sengketa-sengketa tanah jelas berkontribusi dalam pelaksanakan Reforma Agraria. Oleh karenanya, tujuan mengembangkan dan meningkatkan mutu layanan publik untuk pencegahan, penanganan serta penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan adalah dalam rangka penyelenggaraan Reforma Agraria yang berbasis hukum, damai dan berkelanjutan.
Implementasi dari konsepsi Reforma Agraria tersebut, dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu: Penataan Sistem Hukum Pertanahan dan praksis Reforma Agraria. Praksis Reforma Agraria secara sederhana berarti tindakan atau perbuatan. Sedangkan secara substansial adalah situasi dimana teori dan konsep dijabarkan dalam tindakan dan perbuatan keseharian dan selanjutnya direfleksikan ke dalam suatu pola fikir sehingga dihasilkan gagasan, ide dan inovasi-inovasi baru.
Dalam perspektif pelaksanaan kegiatan program, praksis Reforma Agraria adalah keterkaitan antara program kegiatan yang merupakan bentuk pelaksanaan Reforma Agraria, antara lain sebagai contoh adalah program penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Program ini, keberhasilannya harus dapat diukur dengan penerapan 6 (enam) prinsip Praksis Reforma Agraria sebagai kriteria, yaitu: 1. Keadilan, 2. Keterbukaan akses masyarakat, 3. Pencegahan sengketa, 4. Kesejahteraan dan kemakmuran, 5. Kemandirian, dan 6. Keberlanjutan.
Untuk menunjukkan bahwa program penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan telah sejalan dengan 6 (enam) prinsip Praksis Reforma Agraria tersebut, BPN RI telah mengeluarkan ketentuan yang mengatur langkah-langkah penyelesaian kasus pertanahan melalui penerbitan Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
Meskipun demikian, pembelajaran Reforma Agraria menunjukkan bahwa peraturan perundangan yang ada, belum sepenuhnya menjawab tujuan Reforma Agraria, termasuk terhadap penyelesaian sengketa-sengketa tanah. Oleh karena itu, mengingat pentingnya pelaksanaan Reforma Agraria terkait dengan program penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan, maka Rapat Kerja Teknis Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan  tahun 2012 (RAKERNIS D.V 2012) ini mengambil tema: “OPTIMALISASI PENANGANAN SENGKETA KONFLIK DAN PERKARA PERTANAHAN GUNA MENDUKUNG PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DALAM RANGKA TANAH UNTUK KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT”
Penetapan tema ini, diharapkan dapat menjembatani kebuntuan penyelesaian berbagai kasus pertanahan di tanah air, sekaligus menghasilkan rumusan-rumusan baku yang dapat diterapkan dalam proses penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
  1. B.   TUJUAN
  1. Merumuskan optimalisasi penanganan kasus pertanahan melalui pola pengembangan dan peningkatan mutu layanan publik untuk pencegahan, penanganan serta penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
  1. Menyamakan persepsi terhadap Pelaksaaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 khususnya tentang penanganan Blokir, Status Quo dan Sita.
  1. Melakukan penataan perundang-undangan yang berhubungan dengan penanganan sengketa/konflik/perkara pertanahan, khususnya Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
  1. C.   RUANG LINGKUP
Pokok bahasan yang menjadi ruang lingkup dalam RAKERNIS DEPUTI V 2012 ini adalah:
  1. Sidang Pleno yang membahas hal-hal sebagai berikut:
    1. Internalisasi Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
    2. Mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
    3. Penyiapan peta tematik atau data spatial untuk penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
    4. Praksis Reforma Agraria
    5. Mekanisme Penyusunan dan Pengalokasian standar Biaya Keluaran SKP
    6. Geo KKP dan implementasinya dalam rangka penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
  1. Diskusi Kelompok:
    1. Kelompok I     :   Dengan pokok bahasan tentang Optimalisasi pengkajian dan penanganan sengketa pertanahan dengan sub Tema Blokir/Status quo dan Sita, Mediasi, Strategi Penanganan Sengketa/konflik dan Tindak Lanjut Gelar kasus Pertanahan.
    2. Kelompok II    :   Dengan pokok bahasan tentang Kebijakan Geo KKP SKP dan Optimalisasi pelaporan SKP dengan  sub Tema Pembuatan Peta Permasalahan Tanah Tekstual, Spasial dan Digitasi serta Sistem Pelaporannya.
    3. Kelompok III   : Dengan pokok bahasan tentang Optimalisasi pengkajian dan penanganan perkara pertanahan dengan  sub Tema Pembatalan Hak Atas Tanah (Tindak lanjut Putusan Pengadilan dan atau Cacat Hukum Administrasi), Bantuan hukum dan Perlindungan hukum serta Beracara di Pengadilan.
  1. D.  HASIL YANG DIHARAPKAN
  1. Dapat dirumuskannya keseragaman dan kesamaan pola pelayanan pemblokiran ataupun status quo dan sita terhadap bidang tanah yang disengketakan secara baik dan terarah, sesuai mekanisme yang diatur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Dapat dirumuskannya strategi dan langkah-langkah penanganan sengketa konflik dan perkara pertanahan yang sesuai dengan mekanisme yang diatur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Dapat dirumuskannya keseragaman dan kesamaan pola pengelolaan gelar mediasi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  4. Dapat dirumuskannya mekanisme baku dalam mengoptimalisasikan pengkajian dan penanganan perkara pertanahan.
  5. Dapat dirumuskannya pengelolaan Peta Sebaran sengketa Pertanahan dalam bentuk peta spatial.
  6. Dapat dirumuskannya mekanisme baku dalam mengoptimalisasikan pelaporan SKP.
  1. E.   ARAHAN :
  1. 1.   Arahan Kepala BPN Cq Sekretaris Utama BPN RI.

Pada pembukaan Rapat Kerja Teknis Kedeputian V tahun 2011 yang lalu, saya telah menyampaikan kepada Saudara bahwa Harapan masyarakat sangat tinggi sekali terhadap penyelesaian sengketa, yang saya sebut persoalan pertanahan,” Harapan masyarakat tersebut kurang lebih sama seperti harapan saya. Rakyat hanya tahu kita diberi kesempatan, diberikan mandat oleh Pemerintah untuk menyelesaikan sengketa-sengketa di negeri ini. Dan karena harapan-harapan itulah Kepala BPN RI telah mengeluarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
Pada kesempatan Rapat Kerja Teknis Kedeputian V Tahun 2012 ini, saya ingin mengajak Saudara, : Mari kita wujudkan harapan-harapan masyarakatar tersebut, mari kita bangun kepercayaan masyarakat kepada lembaga ini, atau tempat dimana kita semua berkarier”.
Untuk menjawab bagaimana mewujudkan harapan-harapan masyarakat tersebut dan membangun kepercayaan masyarakat kepada lembaga ini,  setidaknya ada 7 (tujuh) hal penting yang harus diperhatikan, yaitu :
  1. Jadikan Rapat kerja teknis kedeputian V ini, sebagai evaluasi dan perencanaan kerja tahun 2012, untuk membahas bersama-sama sebagai upaya untuk dapat menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara, sebagai perwujudan penugasan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006.
  2. Jajaran kedeputian V agar dapat mengoptimalkan implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, terutama dalam upaya penanganan dan penyelesaian serta upaya pencegahan terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan di daerah, termasuk kendala dan hambatan yang dijumpai.
  3. Setiap sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terjadi, harus dapat disajikan dalam bentuk Peta Grafis (Tematik), untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas.
  4. Digitasi data sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terintegrasi dengan Pusdatin BPN, yang terentry langsung dari daerah, hingga validasi data dapat tersaji secara akurat.
  5. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan perlu mendapat perhatian, baik dari dukungan infrastruktur dan kemampuan aparat pelaksana, melalui workshop, seminar, diklat dan lain-lain.
  6. Memastikan Reforma Agraria melalui penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mencapai kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
  7. Penyusunan program anggaran berbasis kinerja, sehingga diharapkan anggaran 2013 dapat disusun secara baik dan benar, sehingga mengahasilkan panduan dalam menyusun anggaran yang baik, agar terdapat keseragaman pada tiap daerah dalam menyusun anggaran serta kegiatan pelaporan penggunaan anggaran sesuai kegiatan yang dilakukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan seringkali memerlukan waktu penanganan yang lama karena penyelesaiannya tidak saja dilihat dari aspek hukum, namun juga harus memperhatikan berbagai aspek, baik itu sosial, politik ekonomi dan lain-lain. Melalui penyelenggaraan Rapat Kerja Teknis ini juga dimaksudkan agar dapat diperoleh pemahaman dan penambahan kemampuan bagi aparat pelaksana di daerah, agar  penanganan dan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan dapat dilakukan dengan lebih sistematis dan efisien.
Penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan ini di satu sisi memang dapat mengakhiri suatu sengketa antara para pihak namun bukan tidak mungkin akan memunculkan sengketa-sengketa yang baru. Oleh karena itu mekanisme penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan hendaknya dilakukan dengan cerdas dan berkeadilan serta mengutamakan kepentingan masyarakat banyak yang secara ekonomis berada pada pihak yang lemah. Berbagai permasalahan dan kendala yang bersifat teknis, dan taktis hendaknya dapat dibahas dalam Rakernis ini, sehingga ke depan kita dapat menemukan cara kerja yang lebih efektif dan efisien.

  1. 2.   Arahan Plt. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan

BPN RI beserta unsur dan jajarannya mulai 1 Januari 2012 selama 1 tahun di wilayah NKRI melaksanakan percepatan pelaksanaan, penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan, guna mendukung pelaksanaan Reforma Agraria ( RA ) dalam rangka tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Strategi
  1. Melaksanakan percepatan pelaksanaan, penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan,  guna mendukung pelaksanaan Reforma Agraria dengan mengedepankan proses mediasi sebagai salah satu bentuk mekanisme penyelesaian sengketa, dibantu dengan mekanisme lain sesuai per Ka BPN Nomor 3 Tahun 2011.
  2. Melibatkan Kanwil BPN Prov. Sebagai pelaksana pokok dibantu perkuatan dari BPN Pusat.
  3. Dalam kasus  konflik pertanahan yang strategis, rawan dan menonjol perlu dibentuk Tim di daerah dengan melibatkan unsur terkait yang dipimpin Pemda setempat dibantu perkuatan dari BPN Pusat (A/P)
  4. Penanganan SKP yang dimungkinkan akan dijadikan tanah obyek Reforma Agraria harus diselesaikan secara tuntas, akan ditindak lanjuti dengan legalisasi aset dan akses reform. Program tersebut harus dilaksanakan secara akurat dan cermat yang berkaitan subyek, obyek, hubungan hukum, kewenangan dan didukung secara profesional dan memanfaatkan teknologi infomasi sehingga tidak menimbulkan SKP baru.
  5. Manfaatkan dan optimalkan Larasita dalam pelaksanaannya
  6. Membantu pemetaan dan Geo-KKP, dengan menyediakan data spasial maupun yuridis/tekstual tanah yang bersengketa/konflik.

Upaya
  1. Menyusun skala prioritas penyelesaian SKP.
  2. Melaporkan kasus menonjol yang berpotensi konflik strategis.
  3. Menuntaskan sisa perkara dengan penentuan skala prioritas.
  4. Melaksanakan koordinasi di daerah guna upaya pencegahan, penanganan dan penyelesaian & penuntasan konflik pertanahan.
  5. Melaksanakan penyelenggaraan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan identifikasi permasalahan pertananahan.
  6. Menyiapkan data yuridis/tekstual dan dilengkapi dengan data spasial, sekaligus untuk mendukung Geo-KKP.
  7. Siap membantu melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah. (A/P)
  8. Siap membantu melaksanakan legalisasi aset. (A/P)
  9. Siap membantu Melaksanakan pengelolaan akses reform. (A/P)
  10. Melibatkan Larasita pada pelaksanaan upaya.
  11. Di bidang peraturan perundang-undangan, diperlukan:
1)   Upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan sinkronisasi berbagai peraturan perundang-undangan sektoral.
2)   Penegakan peraturan perundang-undangan secara konsekuen dan konsisten.
3)   Kesamaan interpretasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan tindak lanjutnya.
  1. Guna mendukung RA dilaksanakan dengan tahapan:
1)   Penataaan sistim politik dan hukum pertanahan
2)   Praksisnya:
a)    Penuntasan masalah SKP pertanahan
b)   Pengelolaan Aset (salah satu bagiannya adalah distribusi/redistribusi tanah)
c)    Pengelolaan akses terhadap pemanfaatan tanah.
  1. Di bidang penyelesaian sengketa.
1)   Perlu terus dilakukan upaya peningkatan efektifitas dan kualitas penyelesaian sengketa pertanahan, baik melalui kewenangan administratif, secara musyawarah, melalui putusan pengadilan, serta melalui koordinasi lintas sektor.
2)   Di samping itu perlu diupayakan pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa pertanahan di luar atau di samping mekanisme yang biasa ditempuh, mengingat adanya sengketa-sengketa pertanahan yang bersifat massif, erat terkait dengan hak ekonomi pihak yang bersengketa serta berskala luas, yang memerlukan penyelesaian yang bersifat tuntas dan sekaligus karena penanganannya melalui upaya yang telah ada tidak dapat diharapkan selesai dalam waktu yang relatif singkat dan dengan demikian dikhawatirkan justru akan menjadi beban.
     Instruksi Plt Deputi V BPN RI  :
  1. Dit. Sengketa, Dit. Konflik dan Dit. Perkara Kedeputian V BPN RI:
1.      Laksanakan percepatan penanganan dan pengkajian sengketa, konflik dan perkara pertanahan sesuai dengan Per Ka BPN RI No. 3/2011
2.      Limpahkan penanganan SKP kepada Kanwil sesuai dengan kewenangan, guna mengurangi beban penumpukan kasus SKP di pusat.
3.      Laksanakan strategi dan upaya di atas.
4.      Arahkan dan Bina unsur bidang SKP di kanwil/kantah untuk mau dan mampu mempercepat proses penanganan, penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
5.      Siapkan personil untuk diperbantukan pada kanwil guna percepatan SKP yang menonjol di daerah, untuk membantu tim daerah yang dibentuk.
6.      Cari upaya terobosan yang tepat untuk mempercepat / memperlancar pelaksanaan Per Ka BPN RI No. 3/2011
  1. Kabid V di Kanwil BPN Provinsi dan Kasi V di Kantah Kab./Kota;
1.       Laksanakan percepatan penanganan dan pengkajian sengketa, konflik dan perkara pertanahan di daerah sesuai dengan Per Ka BPN RI No. 3/2011
2.       Laksanakan strategi dan upaya di atas, kembangkan sesuai dengan kondisi yang berlaku di daerah.
3.       Siapkan data yuridis maupun spasial guna membantu pelaksanaan Reforma Agraria di daerah.
  1. 3.     Materi Pengarahan Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan
Fraksis Reforma Agraria, Secara sederhana berarti: tindakan atau perbuatan, Secara substansial adalah situasi dimana teori dan konsep dijabarkan dalam tindakan dan perbuatan keseharian; dan bahkan kemudian selanjutnya direfleksikan ke dalam suatu pola fikir sehingga dihasilkan gagasan, ide dan inovasi-inovasi baru.

Indikator Fraksis Reforma Agraria :
1. Keadilan ( Transparan, Kepastian hokum, Tidak memihak, Akuntabel )
2. Akses kepada Masyarakat
  1. Masyarakat memperoleh akses yang mudah dalam memperoleh   kepastian hukum hak atas tanahnya
  2. Masyarakat memperoleh akses yang mudah dalam memperoleh keadilan atas sengketa pertanahan yang dihadapinya.
  3. Masyarakat memperoleh akses yang mudah dalam mengurus penanganan dan penyelesaian atas sengketa pertanahan yang dihadapinya :
  • Akses memperoleh pelayanan
  • Akses mendapatkan informasi setiap tahapan proses penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan yang dihadapinya.
  • Akses penanganan dan penyelesaian sengketa tanpa biaya.
  • Akses yang mudah untuk menyampaikan laporan pengaduan.
  1. Akses pelibatan tokoh  masyarakat melalui kelembagaan yang ada.
  1. 3.  Pencegahan Sengketa:
    1. Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dibidang pertanahan
    2. Adanya jaminan kepastian hukum hak atas tanah
    3. Adanya kepastian mengenai batas-batas tanah
    4. Meningkatnya tertib administrasi pertanahan.
  1. 4.  Kesejahteraan dan Kemakmuran
    1.  Terbebasnya dari sengketa, konflik dan perkara pertanahan
      1. Meningkatnya produktivitas kerja dan usaha karena ada jaminan atas kepemilikan aset tanahnya
      2.   Terciptanya harmoni kehidupan dalam masyarakat
      3.   Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah (BPN)
  1. 4.     Materi Pengarahan Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

  1. Prinsip Utama Pengadaan Tanah : Tanah untuk kepentingan umum harus dapat disediakan oleh Negara, Hak masyarakat diakui dan diperlakukan secara adil serta Spekulasi tanah teratasi

  1. Materi Muatan Undang Undang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
    1. Kelembagaan pengadaan tanah, Pengadaan tanah dilaksanakan oleh lembaga pertanahan dengan berkoordinasi dengan instansi yang memerlukan tanah, instansi terkait, dan Pemda.
2. Jaminan pendanaan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan pembiayaan  pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
3.Jaminan perlindungan hak masyarakat ( Pengaturan ganti kerugian yang transparan, Pengaturan keterlibatan masyarakat dan Pengaturan lembaga keberatan
  1. Pencegahan spekulasi tanah ( Keterbukaan dalam setiap proses dan tahapan pengadaan tanah, Determinasi waktu dan proses pelaksanaan pengadaan tanah, Pengendalian dan pengawasan pengadaan tanah
  1. Pengaturan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
    1. Jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum
    2. Jaminan ketersediaan pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
    3. Pelepasan tanah oleh pihak yang berhak
    4. Pengadaan tanah dilaksanakan lembaga pertanahan:
  • § Perencanaan yang melibatkan semua pemangku kepentingan
  • § Memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan masyarakat
  • § Pembayaran ganti kerugian yang layak ( fisik dan Non fisik )

TAHAPAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

  1. A.   PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
    1. Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah berdasarkan ( Prioritas pembangunan dalam RPJM, Renstra dan Rencana Kerja Pemerintah instansi ybs,     dan Studi kelayakan )
    2. Perencanaan pengadaan tanah disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah.
  1. B.   PERSIAPAN PENGADAAN TANAH
    1. Instansi yang memerlukan tanah bersama Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten Kota, melaksanakan:
–      pemberitahuan rencana pembangunan
–      pendataan awal lokasi rencana pembangunan
–      konsultasi publik rencana pembangunan
  1. Penetapan Lokasi
  2. Pengumuman Penetapan Lokasi
  3. Penanganan keberatan lokasi
  1. C.   PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
    1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
    2. Penilaian ganti kerugian ( Penetapan Penilai dan Perhitungan nilai obyek pengadaan tanah
    3. Musyawarah penetapan ganti kerugian ( Upaya keberatan bagi yang tidak menerima bentuk atau besarnya ganti kerugian
    4. Pembayaran ganti kerugian
  1. D.  PENYERAHAN HASIL PENGADAAN TANAH
    1. Serah terima hasil pengadaan tanah dari Lembaga Pertanahan kepada Instansi yang memerlukan tanah
    2. Pendaftaran Tanah (sertipikasi)
    3. Pelaksanaan pembangunan
  1. E.   PENGENDALIAN PERTANAHAN
Lembaga Pertanahan melakukan pengendalian pertanahan terhadap tanah yang diperoleh instansi, meliputi monitoring dan evaluasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah hasil pengadaan.
5. Materi Pengarahan Kepala Biro Perencanaan BPN RI
  1. I.     Jadwal Perencanaan :
  1. Perencanaan Didasarkan Prinsip-Prinsip  (1. Terintegrasi, 2. Terkoordinasi, 3. Tepat Sasaran, 4. Efisiensi, 5. Tepat Waktu ).
  2. Pada bulan Januari – Pebruari, dilakukan Penyiapan Rancangan Rencana Kerja K/L  mengacu pada hasil kinerja tahun sebelumnya, RENSTRA, pada data pokok perencanaan, Pengusulan berjenjang dari daerah ke pusat selanjutnya dikoordinasikan dengan kedeputian teknis yang berkaitan dengan program pengelolaan dan
Sekretaris Utama berkaitan dengan kegiatan program pendukung, kemudian dibahas ditingkat Rapat Pimpinan BPN RI.
  1. Pada bulan Maret dilakukan Pembahasan Awal Rancangan Rencana Kerja Pemerintah  Bersama BAPPENAS dan Kementerian Keuangan RI, mengacu Mengacu RENSTRA, usulan K/L berdasarkan    usulan seluruh Satker dan Kemungkinan adanya “ new inisitive “ dalam awal tahun berjalan.
  2. Pada bulan April – Mei dilakukan Penyusunan Rancangan Rencana Kerja K/L  didasarkan pada Trilateral Meeting selanjutnya menyusun RENJA dengan mengacu pada Pagu Indikatif dan Rancangan RKP.
  3. Pada Mei – juni dilakukan Penyusunan Rancangan Rencana dan        Sosialisasi Internal Pagu Indikatif : 1. MUSRENBANGNAS; 2. Finalisasi Rancangan RKP.
  4. Pada Juli diterbitkan pagu sementara dengan SE Kementerian Keuangan ( Penyusunan RKA-KL berdasarkan Pagu Sementara dilakukan Penelaahan RKA-KL bersama Kementerian Keuangan RI.
  5. Pada bulan Agustus – Oktober Penyampaian Nota Keuangan dan RUU  APBN dari Pemerintah ke DPR-RI dan Penelaahan RKA-KL bersama Komisi II DPR-RI
  6. Pada Nopember – Desember Proses Penerbitan DIPA :
    1. Penyusunan konsep DIPA;
    2. Penelaahan konsep DIPA bersama Kementerian Keuangan RI;
    3. Pengesahan DIPA;
    4. Updating data pokok perencanaan.
  1. II.     Kelengkapan Dokumen Perencanaan :
  1. TOR / Kerangka Acuan Kegiatan;
  2. Data Aset, SK.Pelepasan Aset dan SK.Pelelangan Aset;
  3. RAB / Rincian Anggaran Belanja.
  1. III.    Perencanaan Anggaran
  1. Berbasis pada Output Kegiatan;
  2. Mengacu tahapan teknis kegiatan dan kapasitas penyelesaian kegiatan;
  3. Mengacu Harga Satuan, yaitu Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Keluaran (SBK).
Bahwa berdasarkan monitoring dan evaluasi atas DIPA pada kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan  ternyata banyak anggaran yang tidak dapat diserap ( terdapat sisa anggaran / SIAP ) sejak Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2011, hal ini berarti perencanaannya belum dilaksanakan dengan betul, oleh karenanya perlu disempurnakan. Namun demikian perlu diperhatikan prinsip – prinsip keuangan sebagaimana diuraikan diatas, disamping itu kunci utama dalam perencanaan dan pertanggung jawabannya yaitu harus berbasis pada   Output Kegiatan, Mengacu tahapan teknis kegiatan dan kapasitas penyelesaian kegiatan serta Mengacu Harga Satuan, yaitu Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Keluaran (SBK).


   6. Materi Pengarahan Kepala Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN ).

GEO KKP BPN RI KANTOR MODERN
DAN AKUNTABEL PENANGANAN KASUS PERTANAHAN

Data Pertanahan memiliki karakteristik khusus;
  1. Menggabungkan hubungan hukum antara tanah dan manusia dengan sistem ekonomi formal
  2. Sangat spesifik untuk suatu wilayah karena dipengaruhi oleh sejarah, budaya, dan geografis suatu wilayah.
  3. Cita rasa lokal dengan standar-standar internasional
Yang membuat BPN RI harus mengelola:
1.  Data textual dan spasial (GIS)
  1. Intensitas updating data dan riwayat tanah (Workflow)
  2. Penyimpanan Dokumen pertanahan/warkah (Dokumen Manajemen)
Pada Kantor Pertanahan sebagian besar data buku tanah (data tekstual-data yuridis ) dan data Surat ukur/Gambar situasi dan peta pendaftaran (data spasial-data fisik) telah terinput/terdigitalisasi menjadi data base data pertanahan. Antara data tekstual dan data spasial telah terintegrasi dalam database pertanahan yang disajikan dalam peta pendaftaran tanah digital ( data Geo KKP ).
Kualitas database pertanahan yang ada pada Kantor Pertanahan diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. KW1    :   Buku Tanah telah terpetakan dan detil spasial Surat Ukur  telah  tergambar.
  2. KW2    :  Buku Tanah telah terpetakan tetapi detil spasial Surat Ukur     belum tergambar.
  3. KW3    :   Buku Tanah telah terpetakan tetapi Surat Ukur belum terentry.
  4. KW4    :   Buku Tanah belum terpetakan tetapi detil spasial Surat Ukur telah tergambar.
  5. KW5    :   Buku Tanah telah terpetakan dan detail spasial Surat Ukur belum tergambar.
  6. KW6    :   Buku Tanah telah terpetakan tetapi Surat Ukur belum terentry.
Dalam pelaksanaannya memang masih dijumpai beberapa permasalahan data tekstual dan data spasial ( Buku Tanah dan Surat ukur ) antara lain pada data tekstual yaitu Duplikat data/ganda ( Nomor Hak Ganda, Nomor Surat Ukur Ganda dan NIB Ganda ), Dokumen yang tidak ditemukan dalam bundel/warkah sedangkan pada data spasial yaitu belum semua bidang tanah terdaftar ( bersertipikat ) terpetakan pada peta pendaftaran termasuk bidang tanah yang bermasalahan / obyek sengketa pertanahan.  Data yang diharapkan / ideal adalah terintegrasinya semua data pertanahan secara lengkap baik testual maupun  spasial dan telah diplotkan dalam peta pendaftaran tanah digital ( Geo KKP ).
Sistem Pengelolaan Pengkajian dan Penangan Kasus Pertanahan berdasarkan Perkaban No. 3 Tahun 2011 adalah Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan, Pengkajian Kasus Pertanahan, Penanganan Kasus Pertanahan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan. Seiring dengan penerapan ketentuan tersebut Pusdatin telah menyesuaikannya misalnya dengan sarana web. SKP.BPN.RI, disamping itu melalui SKMPP (Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan) tetapi masih banyak yang tidak menggunakannya.
7. Materi Pengarahan Direktur Pemetaan Tematik  BPN RI
Pemetaan tematik pertanahan adalah bagian dari tugas Kedeputian Bidang Survey, Pengukuran dan Pemetaan, pada semua tingkatan yang merupakan salah satu unsure penting dalam mekanisme pengelolaan pertanahan baik yang bersifat operasional maupun untuk perumusan dan penetapan kebijakan. Tematik pertanahan merujuk pada tema – tema yang berkaitan dengan bidang teknis dilingkungan BPN RI seperti tema indikasi tanah terlantar, tanah Negara, tanah kritis, asset pemerintah dan tema masalah pertanahan.
Salah satu tema penting yang dibutuhkan adalah Peta Masalah Pertanahan. Maksud dari pembuatan Peta Masalah Pertanahan adalah untuk memberikan informasi spasial tentang penyebaran masalah pertanahan disatu wilayah administrasi seperti Kabupaten/Kota dan Propinsi. Peta masalah pertanahan dibuat dalam format digital. Pada dasarnya pembuatan peta masalah pertanahan adalah penggunaan kalangan sendiri (intern BPN). Meskipun demikian dalam batasan batasan tertentu dapat digunakan untuk kalangan eksternal khususnya instansi Pemerintah. Sasaran pembuatan Peta masalah pertanahan adalah menyajikan informasi letak lokasi masalah pertanahan yang digunakan sebagai salah satu bahan untuk mengambil kebijakan dibidang pertanahan dan dapat pula digunakan sebagai kelengkapan dalam upaya penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Pembuatan peta masalah pertanahan merupakan salah satu tugas dan fungsi dari Direktorat Pemetaan Tematik beserta jajarannya di Kanwil BPN dan pada Kantor Pertanahan Kabupaten / kota. Dalam kaitannya dengan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, tugas dari Direktorat Pemetaan Tematik dimaksud hanya sebagai pendukung pelaksanaan tugas dari Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, oleh karenanya diharapkan kepada para Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan dan Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, terhadap masalah pertanahan yang ada didaerah masing – masing, menginformasikan  mengenai letak lokasi ( letak wilayah administratife )  atas bidang tanah yang disengketakan kepada jajaran Direktorat Pemetaan Tematik agar ditindak lanjuti tentang Pembuatan petanya atas bidang tanah yang bermasalah dimaksud. Disamping itu yang perlu diinformasikan adalah tentang Tipologi masalahnya, karakteristik pihak  yang bersengketa ( sengketa / konflik/perkara ),  masalah yang menjadi perhatian publik ( Rawan atau tidak rawan ) serta pihak – pihak yang bersengketa dan penyelesaiannya.
Disadari bahwa pembuatan peta masalah pertanahan tersebut belum optimal, hal tersebut dikarenakan masih terbatasnya cakupan wilayah yang telah dipetakan kedalam peta dasar, peta tematik dan peta nilai tanah sehingga berdampak terhadap kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia. Dalam konteks peta tematik belum dapat memberikan akses informasi yang lebih luas, terutama berkaitan dengan belum terintegrasinya Peta Tematik Pertanahan skala besar.  Seiring dengan hal tersebut diatas terbitlah Undang Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Informasi Geospasial yang berjenis Informasi Geospasial Tematik dapat diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah, Pemerintah daerah, dan / atau setiap orang. Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan IGT berdasarkan tugas, fungsi, dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Materi DR. JOHN N. PALINGGI Asosiasi Mediator Indonesia ( AMINDO )
MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIVE PENYELESAIAN SENGKETA,
KONFLIK DAN PERKARA PERTANAHAN

              Penyelesaian sengketa pada umumnya bentuknya terbagi menjadi 3(tiga) yaitu ligitasi ( proses peradilan ), Arbitrase ( diluar pengadilan ) dan Mediasi ( dilaksanakan dengan bantuan mediator ). Penyelesaian sengketa perdata berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 adalah mediasi dengan bantuan mediator pertemuannya dilakukan diruang pengadilan dengan proses/jangka waktu 40 hari dan dapat diperpanjang 14 hari. Mediasi dengan bantuan mediator dengan prosedur yang disepakati para pihak. Penyelesaian sengketa berdasarkan mediasi ( kesepahaman/ kesepakatan  para pihak ) mempunyai kekuatan mengikat, maka perlu diajukan ke pengadilan negeri guna memperoleh Akta penetapan perdamaian, demikian juga untuk mediasi yang dilakukan ditempat lain/diluar pengadilan, agar diajukan ke pengadilan negeri sehingga  mempunyai kekuatan mengikat. Syarat memperoleh Akta penetapan perdamaian adalah harus sesuai dengan kehendak para pihak, tidak bertentangan dengan hokum, tidak merugikan pihak ketiga, dapat dieksekusi dan dengan itikad baik.
Manfaat dan Keuntungan Penyelesaian Sengketa,Konflik dan Perkara melalui Mediasi.
  1. Proses penyelesaian sengketa lebih cepat dan murah dan mengurangi penumpukan sengketa, konflik dan perkara.
  2. Berdasar kepentingan, tidak dicari siapa yang salah dan keputusan sepenuhnya diserahkan kepada para pihak.
  3. Menghilangkan permusuhan dan mendorong kedepan terjadinya hubungan baik dan tidak berorientasi kepada masa lalu.
  4. Meningkatkan nilai tambah ekonomis/pemanfaatan atas tanah, gedung dan harta benda yang disengketakan serta dapat menciptakan lapangan kerja baru.
  5. Masalah tuntas secara Holistic.
Masalah pertanahan merupakan salah satu permasalahan yang paling menonjol bahkan telah terjadi peningkatan / semakin meluas di masyarakat, untuk itu guna penyelesaian sengketa, konflik dan perkara yang signifikan sudah saatnya perlu dibentuk lembaga Mediasi Pertanahan yang independen baik pada BPN RI/Kanwil BPN/Kantor Pertanahan yang  bekerja sama dengan Asosiasi Mediator Indonesia ( AMINDO ), berbentuk Satuan Tugas ( SATGAS ) Mediasi Pertanahan dengan anggotanya Mediator Amindo, Wakil BPN, Tenaga Ahli, Tokoh Masyarakat dan Wakil instansi terkait.
  1. F.   HASIL RUMUSAN  :

  1. OPTIMALISASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN
    1. Penanganan Blokir, Status Quo dan Sita.
  1. Bahwa blokir terhadap permohonan hak untuk pertama kali  (originir) yang sedang diproses untuk penerbitan sertipikat, pelaksanaannya berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 30 ayat (1) huruf c, d dengan uraian sebagai berikut :
    1. Blokir tidak disertai surat gugatan, maka diberitahukan kepada pemohon blokir untuk mengajukan gugatan, apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari untuk pendaftaran sporadis tidak ada gugatan, maka proses permohonan hak tetap dilaksanakan.
    2. Blokir disertai surat gugatan, tetapi tidak ada perintah untuk status quo dan tidak ada sita jaminan, maka dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan diberi catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan, dan kepada pemohon blokir diberitahukan tentang hal tersebut. Catatan tersebut hapus setelah adanya perdamaian atau putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
    3. Blokir disertai surat gugatan dan ada perintah status quo atau sita jaminan, maka proses permohonan dihentikan, sampai adanya pengangkatan status  quo atau sita jaminan,  dan kepada pemohon hak diberitahukan tentang hal tersebut. (Hal ini berlaku sampai adanya petunjuk lebih lanjut dari BPN RI).
  1. Bahwa Blokir terhadap pendaftaran peralihan/pembebanan hak berpedoman pada Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dengan uraian sebagai berikut :
    1. Blokir tanpa dilampiri surat gugatan, maka kepada Pemohon blokir agar segera mungkin diberitahukan untuk  melampirkan surat gugatan, dan terhadap permohonan blokir tersebut baik sebelum maupun sesudah dilampiri surat gugatan dicatat di buku tanah dan berlaku hanya 30 hari sejak pemberitahuan serta tidak bisa diperpanjang.
    2. Blokir dengan dilampiri surat gugatan disertai perintah status quo dari pengadilan, maka blokir berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak perintah status quo, dan pihak pemohon blokir diberitahu tentang hal tersebut.
    3. Blokir dengan dilampiri surat gugatan disertai sita jaminan, maka blokir berlaku sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan telah diangkat sita jaminannya, serta pihak pemohon blokir diberitahu tentang hal tersebut.
  1. Bahwa berkaitan adanya penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana, maka :
    1. Blokir terhadap pendaftaran peralihan/pembebanan hak  berpedoman pada Pasal 127 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, yaitu blokir tersebut harus dilampiri dengan salinan resmi surat penyitaan yang dikeluarkan penyidik yang berwenang sesuai ketentuan perundangan yang berlaku dan berlaku sampai dengan :
1)   Dibatalkan/diangkatnya sita tersebut atau;
2)   Dihentikannya penyidikan terhadap perbuatan pidana yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku atau;
3)   Sesudah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana yang disangkakan.
  1. Blokir terhadap pendaftaran peralihan/pembebanan hak  dan permohonan hak untuk pertama kali  (originir) yang sedang diproses untuk penerbitan sertipikat, yang tidak dilengkapi sita dan hanya pemberitahuan dari penyidik yang berwenang, maka blokir tersebut berlaku sampai dengan :
1)   Sesudah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana yang disangkakan atau
2)   Dihentikannya penyidikan terhadap perbuatan pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
(untuk mengetahui perkembangan penyidikan tersebut merupakan kewajiban bagi Pemohon hak atas tanah  untuk menanyakan kepada Penyidik yang berwenang atau dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan guna memperoleh informasi tentang perkembangan penyidikan dimaksud).
  1. Permohonan blokir terhadap pendaftaran peralihan / pembebanan hak selain daripada telah dijelaskan di atas, maka berdasarkan pada Pasal 128 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, harus mendapat ijin dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
  1. Blokir terhadap pendaftaran peralihan / pembebanan hak hanya dapat dilakukan pada bidang tanah yang nyata-nyata menjadi obyek sengketa bukan didasarkan keseluruhan luas bidang tanah yang tercantum pada Nomer hak atas tanah dimaksud.
  1. Ketentuan peraturan yang perlu dilakukan Pengkajian :
    1. Pasal 30 ayat (1) huruf e P.P. Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke Pengadilan serta ada perintah status Quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam Buku Tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat didalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut, perlu dilakukan pengkajian, karena kaitannya dengan Pasal 29 P.P. Nomor 24 Tahun 1997 dan teknis administrasi pendaftaran tanah yaitu terbitnya hak/Buku Tanah setelah didaftarkan di DI. 208).
    2. Pasal 45 ayat 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, apabila tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan, perlu dilakukan pengkajian, karena kaitannya dengan Pasal 30 ayat 1 huruf d P.P. Nomor 24 Tahun 1997 yang membenarkan untuk dilakukan pembukuan dalam Buku Tanah akan tetapi adanya sengketa tersebut serta hal-hal lain yang disengketakan tetap dicatat.
  1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi harus berpedoman pada rumusan tersebut diatas, setelah dikoordinasikan dengan Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, yang akan ditindak lanjuti dengan surat edaran.
  1. STRATEGI PENANGANAN SENGKETA/KONFLIK  PERTANAHAN
( GELAR KASUS ) DAN TINDAK LANJUTNYA
  1. Mekanisme/strategi gelar kasus :
  1. Pengaduan kasus pertanahan dapat disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota, Kepala Kantor Wilayah Provinsi dan Kepada Kepalan BPN RI
  2. Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya dan potensi penyelesaian sengketa/konflik perlu dilakukan Pengkajian tentang akar dan riwayat sengketa/konflik. Pengkajian dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisa data sengketa/konflik pertanahan.
  3. Penanganan kasus pertanahan melalui penyelenggaraan gelar kasus
  4. Gelar kasus dapat dilakukan melalui persuasife, fasilitasi, mediasi para pihak dalam rangka penanganan sengketa/konflik ( Pasal 33 ayat 1 Per Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011).
  5. Mekanisme pelaksanaan gelar kasus, harus dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari Gelar Internal, (yaitu: yang hanya melibatkan unsur BPN), sebagai strategi untuk lebih mengetahui pokok permasalahannya secara obyektif dan akuntabel, agar supaya persoalannya tidak melebar (persoalannya dapat dikerucutkan), dan gelar kasus dapat dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali, untuk memperoleh penjelasan yang memadai mengenai kasus tanah yang disengketakan.
  6. Gelar kasus eksternal dan atau gelar mediasi dalam rangka penanganan kasus pertanahan, jika diperlukan dapat melibatkan pakar dan atau saksi ahli yang terkait dengan kasus pertanahan dan atau instansi yang terkait.
  7. Pelaksanaan gelar Eksternal yang melibatkan para pihak hanya dapat dilakukan, apabila fakta dan data mengenai obyek sengketa telah jelas dan telah disepakati oleh BPN mengenai upaya penanganannya, sebagaimana tertuang dalam hasil gelar Internal sebelumnya.
h. Pengaduan kasus pertanahan yang disampaikan kepada Kepala BPN RI dapat dilimpahkan penanganannya kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi secara terkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan.
  1. Jangka Waktu Penanganan dan Penyelesaian Sengketa / Konflik Pertanahan berpedoman pada Pasal 28 jo Pasal 72 Perkaban No. 3 Tahun 2011 dengan jangka waktu penyelesaian paling lama 3 (tiga ) bulan sejak diterimanya pengaduan, dan pihak pengadu diberitahu tentang hal tersebut, kecuali mendapat persetujuan Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah, Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan untuk perpanjangan jangka waktu dimaksud. Konflik yang berdampak luas dilakukan dengan perencanaan dan target waktu yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi serta perkembangannya selama proses penanganan konflik.
  1. Tindak Lanjut hasil gelar kasus :
    1. Untuk setiap hasil gelar kasus pertanahan, baik internal, eksternal, mediasi maupun istimewa, harus ditindaklanjuti dengan Surat pemberitahuan kepada peserta gelar mengenai kesimpulan gelar sebagai informasi mengenai perkembangan penanganan kasus pertanahan dimaksud ( dibuat dengan mengacu D.I. 509 A).
    2. Dalam hal hasil Gelar Kasus diperoleh kesimpulan bahwa penerbitan dan atau peralihan hak atas tanah terindikasi cacat administrasi, maka untuk melengkapi hasil gelar dimaksud agar dibentuk Team yang bertugas melakukan penelitian, pengkajian serta Pembuatan Risalah Pengolahan Data (RPD). RPD yang telah disahkan Pejabat yang berwenang  merupakan dasar pertimbangan bagi pimpinan untuk mengambil keputusan penyelesaian kasus pertanahan.
    3. Pengendalian pengkajian dan penanganan kasus pertanahan di Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan dikoordinasikan oleh Kakanwil yang dilaksanakan oleh Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, untuk di Kantor Pertanahan dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang dilaksanakan oleh Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan.
    4. Monitoring dan Evaluasi penanganan kasus pertanahan di Koordinasikan oleh Deputi yang pelaksanaannya dapat menunjuk Direktur.
  1. MEDIASI / GELAR KASUS MEDIASI.
Mediasi merupakan salah satu bentuk negoisasi antara pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.
  1. Persiapan mempertemukan kedua belah pihak, hal – hal yang perlu diperhatikan :
  1. Mengetahui pokok masalah dan duduk masalah.
  2. Menyiapkan bahan bahan yang diperlukan untuk mediasi yang berhubungan   dengan pokok sengketa.
  3. Menentukan waktu dan tempat mediasi.
  4. Pembentukan Tim penanganan sengketa tentative, tidak keharusan,
  5. Penataan struktur pertemuan dengan posisi tempat duduk huruf U atau lingkaran.
  1. Undangan, disampaikan kepada :
  1. Para pihak yang berkepentingan ( Pihak pengadu dan termohon )
  2. Pejabat Kantor BPN RI dan atau Kanwil BPN dan atau Kantor Pertanahan
  3. Mediator dari Kantor BPN RI dan atau Kanwil BPN dan atau Kantor Pertanahan
  4. Unsur – unsur lain yang diperlukan.
  1. Mediator :
    1. Tugas utama mediator adalah sebagai fasilitator untuk menentukan serta merumuskan persamaan pendapat yaitu menemukan dan merumuskan titik - titik persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul
( penyesuaian persepsi ) sehingga mengarahkan kepada suatu keputusan bersama.
1)     Peran Mediator :
a)    Mengatasi hambatan hubungan antar pihak Mencairkan suasana kedua belah pihak, suasana akrab, tidak kaku.
b)   Sebagai pihak ketiga yang tidak memihak ( Netral ). Dalam keadaan tertentu, mediator dapat melakukan intervensi/campur tangan, agar tercapai kepastian dan tertib hokum guna proses kesepakatan, tentu saja pihak mediator saat intervensi harus berdasarkan pada keadilan masyarakat artinya benar benar netral, tidak ada kepentingan ia sendiri demi tegaknya keadilan dan hukum.
  1. Kegiatan / Pelaksanaan Mediasi :
    1. Penegasan kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan oleh Mediator Badan Pertanahan Nasional. Dan jika Mediator BPN belum ada, Pejabat struktural yang berwenang dapat langsung melaksanakan mediasi.
    2. Generalisasi opsi opsi para pihak.
    3. Penentuan opsi yang dipilih / Kesepakatan para pihak artinya para pihak tidak ragu ragu lagi akan pilihannya untuk menyelesaikan sengketa tersebut dan sukarela melaksanakannya, sehingga tidak terjadi lagi masalahnya nanti pada masa mendatang.
    4. Formalisasi ( Bentuk/kesepakatan tertulis ) Penyelesaian sengketa/ Konflik Pertanahan :
  1. Dirumuskan dalam bentuk perjanjian/Berita Acara Mediasi yang ditanda tangani para pihak dan mediator.
  2. Agar mempunyai kekuatan hukum mengikat, para pihak diminta untuk mendapatkan penetapan pengadilan Negeri.
  1. Praktek : Yang dilaksanakan oleh Jajaran BPN RI/Kanwil BPN Propinsi /Kantor Pertanahan selama ini adalah fasilitator bukan mediator
7. Upaya memaksimalkan fungsi Mediator Lembaga BPN RI :
  1. Perlu pemberian motivasi dalam berbagai bentuk untuk   meningkatkan integritas dan dedikasi bagi pelaksana dalam penanganan dan menyelesaikan sengketa/konflik/perkara pertanahan.
  2. Perlu ditingkatkan penyelenggaraan kursus Mediator yang disenggarakan dan dengan Anggaran dari Pusat  Pendidikan  dan Latihan ( PUSDIKLAT ) BPR RI sehingga diperoleh mediator yang handal dan bersertipikat. Diusulkan dalam DIPA Tahun anggaran 2013 untuk pelaksanakan kursus Mediator.
  3. Perlu petunjuk teknis tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi
( ketentuan dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Gelar Mediasi belum memadai ).
  1. Perlu petunjuk operasional terhadap Mediator Badan Pertanahan   Nasional
8. Pasal 39 ayat 7 Perkaban No. 3 Tahun 2011 yang menyebutkan apabila pihak yang berselisih sudah diundang 3(tiga) kali secara patut tidak hadir dalam gelar mediasi maka mediasi tetap diselenggarakan. Ketentuan tersebut perlu ditinjau kembali.
  1. OPTIMALISASI PENGKAJIAN DAN PENANGANAN PERKARA PERTANAHAN
A. Pembatalan Hak Atas Tanah
  1. Sebagai tindak lanjut Putusan Pengadilan
  1. Putusan Perdata maupun TUN yang bisa ditindak lanjuti dengan tindakan administrasi pertanahan adalah Putusan yang bersifat :
Condemnatoir ( berisi penghukuman )
Constitutive (menghapus / menciptakan keadaan hukum baru )
Yang keduanya dapat dieksekuasi ( eksekuitabel )
  1. Putusan pengadilan dalam perkara pidana/peradilan agama tidak dapat digunakan langsung sebagai dasar pelaksanaan pembatalan hak.   Langkah administrasi pertanahan yang dilaksanakan adalah pembatalan karena cacat administrasi dengan data pendukung putusan pidana dimaksud, dengan syarat antara lain :
1)  Sertipikat masih originair.
2) Amarnya menyatakan dokumen / alas hak sebagai dasar penerbitan KTUN   palsu;
3)  Permohonan pembatalan diajukan oleh pihak yang mempunyai hubungan hukum yang sah dengan tanah terperkara.
4)  Sebelum diterbitkan SK. Pembatalan Hak harus dilakukan penelitian oleh Tim Peneliti.
  1. Dalam hal putusan PTUN amarnya menyatakan batal hak atas tanah instansi pemerintah yang merupakan Barang Milik Negara/ Daerah, maka penerbitan surat keputusan dalam rangka tindaklanjut pelaksanaan putusan pengadilan, dilakukan sebagai berikut :
1)   Bila putusan menyatakan batal hak atas tanah, diktum sk hanya menegaskan batalnya hak atas tanah sesuai dengan bunyi amar Putusan.
2)   Diktum SK menyatakan status tanahnya kembali kepada keadaan semula.
3)   Pembatalan dengan menyampaikan tindasannya kepada instansi pengguna dan pengelola asset.
4)   Jika Putusan TUN merekomedasikan pemberian hak kepada pemenang perkara,   maka proses permohonan hak atas tanahnya tunduk pada ketentuan perundangan yang berlaku.
  1. Menurut ketentuan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, setiap perjanjian hutang-piutang yang dimuat dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) harus didaftarkan, oleh karena atas putusan pengadilan yang memutuskan batal perjanjian hutang-piutang menyebabkan pendaftaran Hak Tanggungan harus dibatalkan.
1)   Surat keputusan pembatalan menegaskan batalnya pendaftaran dan atau peralihan Hak Tanggungan.
2)   Surat Keputusan pembatalan menegaskan batalnya pendaftaran         dan atau Hak Tanggungan dan status tanahnya (obyek dan   subyek) kembali kepada keadaan semula sebelum terjadinya      pembebanan dan atau  peralihan Hak Tanggungan
3)   Kreditur diberitahukan supaya meminta jaminan pengganti kepada Debitur.
  1. Permohonan pembatalan hak atas tanah  karena melaksanakan Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum dapat  dilaksanakan dengan tahapan sebagaimana diatur dalam Pasal 60 jo Pasal 57 ayat 2 Perkaban No. 3 Tahun 2011.
  1. 2.  Cacat Administrasi
  1. Kriteria cacat administrasi berpedoman pada Pasal 62 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011.
  2. Dalam melakukan penelitian fisik, yuridis dan administrasi dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Kakanwil dengan melibatkan komponen teknis  terkait, yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara, yang memberikan keyakinan bahwa sertipikat yang bersangkutan benar-benar cacat administrasi. Selanjutnya terhadap pelaksanakan pembatalan cacat administrasi dengan tahapan mengacu pada pasal 27 Perkaban 3/2011
  3. Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat administrasi dilaksanakan dengan :
1)     Menerbitkan Surat Keputusan pembatalan dan/atau
2)     Pencatatan pemeliharan data pendaftaran tanah
  1. Bantuan hukum dan Perlindungan hukum
1.       Yang berhak mendapatkan bantuan hukum dan perlindungan hukum adalah aparatur BPN yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas beserta keluarganya yang terkena masalah hukum pada saat melaksanakan tugasnya dengan berpedoman  dengan pasal 77 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2011.
2.       Kegiatan bantuan hukum berpedoman pada pasal 78 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2011
3.       Pemberian bantuan hukum dan perlindungan hukum diberikan berdasarkan:
  1. Permohonan dari yang bersangkutan kepada Kepala BPN melalui Kantor Pertanahan Kab/Kota atau Kanwil
  2. Laporan dari Kantor Pertanahan atau Kanwil BPN Provinsi atau Sekretaris Utama.
4.       Diusulkan dalam DIPA Tahun Anggaran 2013 untuk pelaksanakan bantuan hukum dan perlindungan hukum.
  1. Beracara di Pengadilan
1.      Anggaran
  1. Perlu ditingkatkan anggaran penanganan perkara
  2. Perlu ditingkatkan penyelenggaraan kursus kuasa hokum
  3. Penyusunan Petunjuk Operasional agar sedemikian rupa memudahkan petugas penanganan perkara mempertanggung- jawabkan keuangan.
2.      Praktek Beracara
  1. Perlu pemberian motivasi dalam berbagai bentuk untuk meningkatkan integritas dan dedikasi petugas penanganan perkara dalam memenangkan perkara dan membela Institusi.
  2. Perlu dilakukan pembinaan teknis secara terpadu untuk meningkatkan kemampuan petugas penanganan perkara.
  3. Pelaksanaan supervisi dan pengendalian penanganan perkara perlu dilaksanakan lebih intensif.
  4. Perlu adanya sistem pengamanan khusus terhadap Buku Tanah, Gambar Ukur dan Warkah jika dokumen yang bersangkutan diperlukan sebagai alat pembuktian dalam rangka penanganan perkara.
  5. Perlu menyamakan persepsi bahwa jika terjadi gugatan baik perdata atau TUN di Pengadilan maka menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen BPN secara berjenjang.
  1. KEBIJAKAN GEO KKP SKP DAN OPTIMALISASI SISTEM PELAPORAN
  1. Pembuatan digitasi Pemetaan tekstual, spasial
    1. Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan berkoordinasi dengan Pusdatin akan menyiapkan satu sistem/aplikasi pengelolaan daftar isian dan pelaporan Sengketa, Konflik dan Perkara yang terintegrasi antara Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kanwil BPN Provinsi dan BPN RI sebagaimana Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011;
    2. Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan berkoordinasi dengan Kedeputian Bidang Survei Pengukuran dan Pemetaan akan menyiapkan satu sistem/aplikasi pemetaan tematik Sengketa, Konflik dan Perkara yang terintegrasi antara Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kanwil BPN Provinsi dan BPN RI sebagaimana Intruksi Kepala BPN RI No. 77/KEP.7.1/III/2012 tanggal 2 Maret 2012 tentang Fraksis Reforma Agraria;
    3. Seluruh jajaran Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dari tingkat Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kanwil BPN Provinsi dan BPN RI wajib melaksanakan Geo KKP Sengketa Konflik dan Perkara serta melaksanakan pelaporan secara komputerisasi;
    4. Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan akan membuat edaran tentang pelaksanaan sistem pelaporan digitasi dan pemetaan tematik SKP dalam rangka pelaksanaan Geo KKP di Kedeputian V paling lambat dua bulan setelah pelaksanaan Rakernis Kedeputian V Tahun 2012 atau tanggal 18 Juni 2012;
    5. Sambil menunggu edaran sebagaimana butir 4 Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota diwajibkan untuk membuat pelaporan sebagaimana Daftar Isian dalam Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 secara lengkap;
  1. Dalam rangka menunjang kegiatan Geo KKP Sengketa, Konflik dan Perkara dan pelaporan secara komputerisasi maka diperlukan penambahan komputer masing-masing minimal 2 (dua) unit di Seksi Sengketa Konflik dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan di Bidang PPSKP Kantor Wilayah BPN Provinsi;
  2. Untuk memastikan terlaksananya sistem pelaporan dan Geo KKP perlu penunjukan admin pada Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara di tiap unit Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kanwil BPN Provinsi dan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN RI berdasarkan Surat Keputusan dan melakukan OJT guna menunjang  kelancaran, kecepatan dan keakuratan laporan;
  1. Sistem Pelaporan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi wajib melaporkan kegiatan bidang SKP melalui SKMPP (Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan) dan UKP4 dengan menggunakan format yang akan dibakukan setelah dikoordinasikan dengan Tim Kendali Program Pertanahan (TKPP) dan Pusdatin dengan format (sementara) terlampir;
                                                                       Jakarta, 17 April 2012
Kasubdit Sengketa Fisik
Selaku
Koordinator Tim Perumus
Bambang Haryono, SH., M.Si
NIP. 19620906 198302 1002
Mengetahui,
Direktur Sengketa Pertanahan
H. Helfi Noezir, SH
NIP.19530308 198003 1 005
Direktur Perkara
Pertanahan
Siswanto, SH.,M.Hum
NIP.19530723 198303 1 001
Direktur Konflik
Pertanahan
DR. Ronsen Pasaribu, SH., MM
NIP. 19551031 198303 1 003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar