Jumat, 10 Mei 2013

ABSTRAKSI PUNYA SIAPA YA? BAGUS BUAT DIBACA

 ABSTRAKSI
Puncak dari keseluruhan proses penataan pertanahan dan Agrarian Reform pasca kemerdekaan itu adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa Indonesia, sehingga hubungan bangsa Indonesia dengan tanah merupakan hubungan yang sangat mendasar dan asasi.
Hubungan yang mendasar dan asasi tersebut dijamin dan dilindungi keberadaannya oleh konstitusi sebagaimana dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 28 dan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadikan dasar kewenangan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) kepada lembaga pemerintah dan negara yang bertanggung jawab atas pertanahan.
Dalam konteks tersebut lembaga yang diamanatkan mengemban pengaturan hubungan hukum antara tanah dengan manusia atau badan-badan hukum adalah Badan Pertanahan Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, yang melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Dengan demikian Badan Pertanahan Nasional merupakan Instansi Pemerintah sebagai pelaksana kewenangan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) dan sekaligus menjadi pelaksana pembaharuan agraria (REFORMA AGRARIA) sebagaimana diamanatkan TAP Nomor IX/MPR/2001.
Dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional maka berakhir sudah dualisme hukum dibidang pertanahan (hukum kolonial dan hukum adat). Dalam implementasinya secara teknis bertujuan diantaranya untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya melalui proses pendaftaran tanah, dimana kadaster punya peran strategis dalam menetapkan tata letak bidang-bidang tanah yang akan didaftarkan dan kewenangan untuk itu diatur dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA).
Penggunaan dan pemanfaatan suatu wilayah agar selalu menyesuaikan dengan tata ruang di wilayah yang bersangkutan. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) memberikan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membuat rencana umum peruntukkan dan penggunaan wilayahnya, sehingga sinkronisasi penggunaan dan pemanfaatan wilayah tersebut tidak terjadi tumpang tindih, termasuk juga kepemilikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar