Jumat, 10 Mei 2013

PENDAPAT PAKAR DAN PIHAK YANG TERLIBAT DALAM UJI COBA MPBM

Sumber dari Akun facebook bapak Bambang Sulistyo Widjanarko, mohon ijin berbagi ilmu/pengalaman bapak tentang :
"PENDAPAT PAKAR DAN PIHAK YANG TERLIBAT DALAM UJI COBA MPBM"
Prof Dr. Sediono MP. Tjondronegoro (Guru Besar Emeritus IPB)
Tanah is a key asset, adalah bukan komoditi, adalah sumber kehidupan manusia. Sebelum manusia berfalsafah pun, tanah sudah menjadi dasar bagi kehidupan. Seandainya tanah tidak ada, laut pun tidak ada, sungai pun tidak ada yang berarti kehidupan pun tidak ada. Paham yang mendasari Reforma Agraria harus kembali pada falsafah hidup yang dikandung dalam UUPA yaitu Sosialisme Indonesia, berarti ekonomi kerakyatan, yang pernah dicurigai kekiri-kirian, suatu sistem ekonomi berdasarkan budaya Indonesia, bukan marxisme, feodalisme dan kapitalisme.
Reforma Agraria yang dicanangkan saat ini, mungkin kebijakannya kurang tegas atau pelaksanaannya yang lamban, sehingga dalam beberapa kebijakan pembangunan nasional yang kunci pokoknya pada tanah (seperti ketahanan pangan dan lingkungan hidup, pengentasan kemiskinan) yang berkaitan dengan tanah dan Reforma Agraria sepertinya diabaikan.
MPBM, dasar falsafahnya sejalan dengan tanah sebagai key asset, adalah gerakan kembali melihat tanah sebagai dasar kehidupan, menuju ekonomi kerakyatan yang dimulai dengan pengelolaan data tanah secara mandiri di tingkat desa.
Prof. Dr. Ir. M. Maksum Machfoedz, M.Sc (Guru Besar Ekonomi Pedesaan UGM)
Tanah mempunyai fungsi ekonomi dan sebagai alat ekonomi bagi jutaan petani gurem. Kebijakan Reforma Agraria yang telah dimulai sejak 24 September 1960, dan saat ini ditonjolkan lagi. Kegiatan tersebut perjalanannya tersendat-sendat karena lebih berfungsi sebagai jargon-jargon yang penuh bualan politik untuk penjagaan citra, masih menimbulkan pro kontra. Pelaksanaan Reforma Agraria yang sangat sentralistik minim partisipasi publik tidak akan berhasil dalam implementasinya. Reorientasi arah strategi pelaksanaan Reforma Agraria dari sistem sentralistik yang sangat kapitalistik dan neolib yang mengkondisikan timbulnya penghisapan manusia atas manusia memerlukan keputusan besar dan kemauan politik semua pihak. Terutama seluruh penyelenggara negara, dengan melaksanakan Reforma Agraria secara partisipatif melalui MPBM, sehingga ekonomi kerakyatan di pedesaan dapat diwujudkan.
Prof. Dr. Esmi Warasih Pujirahayu, SH, MS (Guru Besar Sosiologi Hukum UNDIP)
Falsafah yang dianut bangsa Indonesia, tanah merupakan sumber kehidupan yang penuh dengan kearifan lokal seperti bentuk-bentuk musyawarah sesuai adat istiadat setempat bukan semata-mata sebagai modal ekonomi. Kearifan lokal yang menjadi landasan bagi norma-norma hukum dan pedoman bagi seluruh masyarakat akan tetap dapat diakomodasikan kedalam bentuk kebijakan teknis. Pembangunan berbasis partisipasi masyarakat sebagaimana pendekatan yang dipakai dalam membangun MPBM bersesuaian dengan kebijakan umum nasional Reforma Agraria yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI 45 dan UUPA sebagai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Dengan MPBM, masyarakat desa yang sebagian besar memiliki mata pencaharian petani, petani gurem, tidak berpandangan sempit lagi yaitu memandang tanah sebagai sumber ekonomi semata. Pembangunan MPBM menjadi penting sehingga diperlukan kebijakan teknis yang mengakomodasikan kearifan lokal yang mampu memberikan kekuatan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memberdayakan dan mensejahterakan mereka.
dr. Anung Sugihantono, M.Kes. (Mantan Ketua Bappeda Prov. Jawa Tengah)
Masyarakat memiliki kearifan lokal dalam hal batas-batas pemilikan tanah, batas-batas administrasi desa dan dalam hal peruntukan tanah. Dalam menyusun dan menerapkan RTRW kearifan lokal harus diperhitungkan/diakomodir. BPN berkepentingan memiliki data-data tersebut agar RTRW dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kearifan lokal. Melalui MPBM kehendak pendataan ini dapat dicapai.
Drs. I Made Yasa, MA (Mantan Kepala Kantor Pertanahan Maluku Tenggara dan Kota Tual)
MPBM ujicoba di Jawa Tengah dipastikan dapat diterapkan di Maluku Tenggara dan Kota Tual walaupun sumber data peta dasar yang memadai belum tersedia. Hasil kegiatan tersebut lebih akurat daripada ditangani secara keproyekan. Pembangunan MPBM dilakukan secara gotong-royong tidak memerlukan biaya besar dengan hasil yang serempak dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Ken Permono, SH, MH (Mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang)
Kegiatan sosialisasi Pemetaan MPBM Kabupaten Pemalang 222 desa dapat diselesaikan dalam 1 tahun karena mendapat dukungan dari Bupati Pemalang, legeslatif dan seluruh instansi di Kabupaten Pemalang.
H.M. Machroes, SH (Mantan Bupati Pemalang)
Masyarakat Pemalang belum memiliki sistem administrasi alas hak yang memadai. Masalah ini dapat diatasi dengan MPBM. Jer Basuki Mowo Beya, tidak ada keberhasilan tanpa biaya. MPBM dapat dibangun secara serempak di 222 desa melalui pemberian petunjuk/instruksi dalam mengalokasikan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD). Masyarakat menyambut dengan antusias, karena dari hasil MPBM, mereka bisa mengetahui keadaan nyata tanah yang digarap atau dimiliki yang pada akhirnya dapat mengeliminasi konflik pertanahan.
Sugeng Hadi Prayitno (Kades Tolokan)
Dengan MPBM tertib pemerintahan lainnya dapat dilakukan secara otomatis misalnya tertib administrasi pajak tanah/PBB.
Nurcahyo, SH (Mantan Anggota Tim 9)
Sengketa pertanahan dapat ditangani dengan mudah di desa tanpa harus ke pengadilan. Kecurangan data tanah karena dipegang oleh pamong desa, dapat dihindari karena data tanah dalam MPBM dipelihara dan dibangun oleh tim yang dipilih oleh masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar