Sumber dari Akun facebook bapak Bambang Sulistyo Widjanarko, mohon ijin berbagi ilmu/pengalaman bapak tentang :
"PENDAPAT PAKAR DAN PIHAK YANG TERLIBAT DALAM UJI COBA MPBM"
Prof Dr. Sediono MP. Tjondronegoro (Guru Besar Emeritus IPB)
Tanah is a key asset, adalah bukan komoditi, adalah sumber kehidupan
manusia. Sebelum manusia berfalsafah pun, tanah sudah menjadi dasar bagi
kehidupan. Seandainya tanah tidak ada, laut pun tidak ada, sungai pun
tidak ada yang berarti kehidupan pun tidak ada. Paham yang mendasari
Reforma Agraria harus kembali pada falsafah hidup yang dikandung dalam
UUPA yaitu Sosialisme Indonesia, berarti ekonomi kerakyatan, yang pernah
dicurigai kekiri-kirian, suatu sistem ekonomi berdasarkan budaya
Indonesia, bukan marxisme, feodalisme dan kapitalisme.
Reforma
Agraria yang dicanangkan saat ini, mungkin kebijakannya kurang tegas
atau pelaksanaannya yang lamban, sehingga dalam beberapa kebijakan
pembangunan nasional yang kunci pokoknya pada tanah (seperti ketahanan
pangan dan lingkungan hidup, pengentasan kemiskinan) yang berkaitan
dengan tanah dan Reforma Agraria sepertinya diabaikan.
MPBM, dasar
falsafahnya sejalan dengan tanah sebagai key asset, adalah gerakan
kembali melihat tanah sebagai dasar kehidupan, menuju ekonomi kerakyatan
yang dimulai dengan pengelolaan data tanah secara mandiri di tingkat
desa.
Prof. Dr. Ir. M. Maksum Machfoedz, M.Sc (Guru Besar Ekonomi Pedesaan UGM)
Tanah
mempunyai fungsi ekonomi dan sebagai alat ekonomi bagi jutaan petani
gurem. Kebijakan Reforma Agraria yang telah dimulai sejak 24 September
1960, dan saat ini ditonjolkan lagi. Kegiatan tersebut perjalanannya
tersendat-sendat karena lebih berfungsi sebagai jargon-jargon yang penuh
bualan politik untuk penjagaan citra, masih menimbulkan pro kontra.
Pelaksanaan Reforma Agraria yang sangat sentralistik minim partisipasi
publik tidak akan berhasil dalam implementasinya. Reorientasi arah
strategi pelaksanaan Reforma Agraria dari sistem sentralistik yang
sangat kapitalistik dan neolib yang mengkondisikan timbulnya penghisapan
manusia atas manusia memerlukan keputusan besar dan kemauan politik
semua pihak. Terutama seluruh penyelenggara negara, dengan melaksanakan
Reforma Agraria secara partisipatif melalui MPBM, sehingga ekonomi
kerakyatan di pedesaan dapat diwujudkan.
Prof. Dr. Esmi Warasih Pujirahayu, SH, MS (Guru Besar Sosiologi Hukum UNDIP)
Falsafah
yang dianut bangsa Indonesia, tanah merupakan sumber kehidupan yang
penuh dengan kearifan lokal seperti bentuk-bentuk musyawarah sesuai adat
istiadat setempat bukan semata-mata sebagai modal ekonomi. Kearifan
lokal yang menjadi landasan bagi norma-norma hukum dan pedoman bagi
seluruh masyarakat akan tetap dapat diakomodasikan kedalam bentuk
kebijakan teknis. Pembangunan berbasis partisipasi masyarakat
sebagaimana pendekatan yang dipakai dalam membangun MPBM bersesuaian
dengan kebijakan umum nasional Reforma Agraria yang bersumber dari
Pancasila, UUD NRI 45 dan UUPA sebagai nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia. Dengan MPBM, masyarakat desa yang sebagian besar memiliki
mata pencaharian petani, petani gurem, tidak berpandangan sempit lagi
yaitu memandang tanah sebagai sumber ekonomi semata. Pembangunan MPBM
menjadi penting sehingga diperlukan kebijakan teknis yang
mengakomodasikan kearifan lokal yang mampu memberikan kekuatan kepada
seluruh rakyat Indonesia untuk memberdayakan dan mensejahterakan mereka.
dr. Anung Sugihantono, M.Kes. (Mantan Ketua Bappeda Prov. Jawa Tengah)
Masyarakat
memiliki kearifan lokal dalam hal batas-batas pemilikan tanah,
batas-batas administrasi desa dan dalam hal peruntukan tanah. Dalam
menyusun dan menerapkan RTRW kearifan lokal harus
diperhitungkan/diakomodir. BPN berkepentingan memiliki data-data
tersebut agar RTRW dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kearifan
lokal. Melalui MPBM kehendak pendataan ini dapat dicapai.
Drs. I Made Yasa, MA (Mantan Kepala Kantor Pertanahan Maluku Tenggara dan Kota Tual)
MPBM
ujicoba di Jawa Tengah dipastikan dapat diterapkan di Maluku Tenggara
dan Kota Tual walaupun sumber data peta dasar yang memadai belum
tersedia. Hasil kegiatan tersebut lebih akurat daripada ditangani secara
keproyekan. Pembangunan MPBM dilakukan secara gotong-royong tidak
memerlukan biaya besar dengan hasil yang serempak dapat dilaksanakan di
seluruh Indonesia.
Ken Permono, SH, MH (Mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang)
Kegiatan
sosialisasi Pemetaan MPBM Kabupaten Pemalang 222 desa dapat
diselesaikan dalam 1 tahun karena mendapat dukungan dari Bupati
Pemalang, legeslatif dan seluruh instansi di Kabupaten Pemalang.
H.M. Machroes, SH (Mantan Bupati Pemalang)
Masyarakat
Pemalang belum memiliki sistem administrasi alas hak yang memadai.
Masalah ini dapat diatasi dengan MPBM. Jer Basuki Mowo Beya, tidak ada
keberhasilan tanpa biaya. MPBM dapat dibangun secara serempak di 222
desa melalui pemberian petunjuk/instruksi dalam mengalokasikan
penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD). Masyarakat menyambut dengan
antusias, karena dari hasil MPBM, mereka bisa mengetahui keadaan nyata
tanah yang digarap atau dimiliki yang pada akhirnya dapat mengeliminasi
konflik pertanahan.
Sugeng Hadi Prayitno (Kades Tolokan)
Dengan MPBM tertib pemerintahan lainnya dapat dilakukan secara otomatis misalnya tertib administrasi pajak tanah/PBB.
Nurcahyo, SH (Mantan Anggota Tim 9)
Sengketa
pertanahan dapat ditangani dengan mudah di desa tanpa harus ke
pengadilan. Kecurangan data tanah karena dipegang oleh pamong desa,
dapat dihindari karena data tanah dalam MPBM dipelihara dan dibangun
oleh tim yang dipilih oleh masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar