Rabu, 19 Juni 2013

PENYERTAAN DALAM TIDAK PIDANA

PENYERTAAN DALAM TIDAK PIDANA
Berdasarkan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana :
      1. mereka yang melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan tindak pidana itu;
      2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan tindak pidana itu.
(2) Terhadap penganjur, hanya tindak pidana yang sengaja dianjurkan saja yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

di instansi penulis terdapat kegiatan mengenai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), ambil studi kasus untuk kegiatan jual beli tanah yang terkait Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terdapat Surat Edaran Kepala BPN RI No. 5 Tahun 2013 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Terkait Dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Proses permohonan peralihan atau penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah untuk pertama kali sering memunculkan polemik terkait BPHTB dan PNBP. Ketika tindakan aparatur tata usaha negara/subyek hukum/badan hukum merugikan negara maka bisa terjerat hukum. Pelaksana menjadi dilema atas peraturan yang tidak singkron dengan peraturan yang lain.
Jangan sampai muncul seperti berita berikut :

Dipta Beli Rumah di Kebayoran Baru Senilai Rp 6,3 M, Tapi di Akta Cuma Rp 1,9 M

http://news.detik.com/read/2013/06/18/151741/2276951/10/dipta-beli-tanah-di-kebayoran-baru-rp-63-m-ditulis-di-akta-rp-19-m?9911012

Usul uji materi peraturan yang dikeluarkan apakah tidak bertentangan dengan peraturan yang sudah ada maupun peraturan yang lebih di atas produk hukum dimaksud sesuai herarki peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam BAB III JENIS, HERARKI, DAN MATERI MAUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 7 menyebutkan bahwa ayat (1) Jenis dan herarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

dalam Pasal 8 ayat (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

dalam Pasal 9 ayat (1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
ayat (2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujian dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar