Minggu, 29 Desember 2013

RESUME DISKUSI GROUP DENGAN TEMA "KETENTUAN IPPT HARUS SINGKRON DENGAN RTRW"

Tataruangnya sudah definitif menjadikan Pemda dalam merencanakan wilayahnya untuk membangun infrastruktur malah tak tepat berdasarkan RTRW, malah kejadian tempat wilayah saya bekerja ada kawasannya (RTRW arahan pengembangan kawasan hutan) sudah ada sekolah, pasar dll... Kenapa kita dilarang menerbitkan Sertipikat, justru Pemda tak ada sanksi yang nyata salah tak menjalankan RTRW yang telah di Perda kan. BPN RI konsisten menjalankan aturan yang telah dibuat, Pemda sendiri gimana ? Ippt sangat jelas aturannya, kita jangan terlena dimana letak bisa & tidak kita mengeluarkan IPPT. Disisi lain terdapat tataruang yang didasarkan UU, bertabrakan dengan UU Kehutanan. harus benar-benar diperkuat koordinasi antar instansi dalam menentukan garis deliniasi, karena bicara kawasan mestinya harus ada Tata Batasnya.
Kalau memang IPPT diterbitkan juga oleh Pemkab/Kota walaupun pertimbangan teknisnya menyarankan untuk ditolak karena tidak sesuai dengan RTRW. BPN sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Bukankah IPPT sebelum dikeluarkan dibahas terlebih dahulu melalui Tim yang terdiri dari para pakar di Pemkab/Kota.
Pihak Pemkab/Kota sendiri dalam penyusunan RTRW menggunakan jasa konsultan yang kadangkala tidak berdasar kondisi riil di lapangan, bahkan ada yang masih memakai peta lama dimana beberapa kawasan masih berupa sawah, padahal kondisi sekarang sudah berubah kawasan pemukiman. Silahkan menunggu revisi Perda RTRW. Kalau melanggar sanksi nya udah jelas sekali, apalagi kalau melanggar Kawasan LP2B, bisa kena 2 pasal sekaligus
Apabila pertimbangan teknis BPN dengan kesimpulan tidak sesuai dengan RTRW yang digunakan untuk IPPT Pemda dan tetep diterbitkan IPPTnya, kira-kira BPN laksanakan tidak Pendaftarannya ? Jika dengan statement kita tidak akan menyusahkan Rakyat.  
Pemohon minta izin dari Pemda yang mengesahkan RTRW, fungsi kita menjalankan aturan yang telah dibuat, kenapa kita ribut dengan masyarakat karena BPN nggak pernah menyusahkan rakyat, rakyat justru senang dengan BPN RI.
IPPT itu harus clear bekerjanya di area yang mana. Staf BPN harus mengetahui. Jika kita lihat Undang Undang Tataruang, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa area kerja IPPT adalah atas permohonan IPPT yang didalamnya dimungkinkan oleh UU tersebut.
Semoga dalam pemberian dan penolakan IPPT dalam satu kawasan disamping berpedoman pada RTRW juga berdasarkan zonanisasi yang telah ada sehingga terhindar dari sanksi pidana dan denda materiil.  
Normtifnya tentu tidak boleh IPPT untuk kantor didalam tataruangnya Pemukiman. Tapi untuk memastikannya, harus dengan memakai aturan yang sudah punya detail tataruang. Karena jika hanya kawasan permukiman dalam pertanyaan di atas, maka ada didalam kawasan pemukinan yang dimungkinkan pertokoan atau perkantoran. lihat perumahan, ada blok ruko/rukan. Tapi jika tidak ada RDTR jangan berikan karena bisa salah menerapkan IPPT. Sesuai UU Tataruang, pelanggaran ijin penggunaan tanah, diatur sanksi pidananya. Maaf saya tambahkan sedikit, kenapa tidak boleh diperumahan ada perkantoran, karena rumah tempat tinggal benar-benar untuk tinggal yang nyaman dari lalulintas, polusi suara dan keamanan, termasuk luas lahan parkir. Sedangkan kantor, tidak ada halangan siapapun datang dan kenderaan yang kriteria apapun akan masuk keluar. Jadi, tidak sejalan dan pasti akan timbul masalah. Kecuali, sistem dan hukum diatur dalam pemukiman Superblok, ada apartemen, ada toko, bahkan ada blok pasar pagi, semua sudah diatur sedemikian rupa sehingga semua teratur. Kamar di lantai 20, belanja di lantai 2 dan makan di lantai 1. Ini perkembangan ilmu penggunaan tanah, tidak konvensional seperti status di atas. 
Ingat Pelanggaran Tata Ruang ada Sangsi 5M atau Kurungan 5 Tahun. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar