Kamis, 06 Februari 2014

ARTI PENTING PENUNDAAN/BLOKIR TERHADAP PERBUATAN HUKUM ADMINISTRASI DI BPN



Dengan tidak adanya penundaan atas perkara di PTUN Pontianak sesuai ketentuan UU No. 51 Tahun 2009 dan UU No. 9 Tahun 2004 ttg Perubahan atas UU No 5 Tahun 1986 ttg PTUN Pasal 67, tidak menghalangi proses pemecahan. Berdasarkan Pasal 126 PMNA No. 3 Tahun 1997 yang intinya jika dilakukan blokir maka berlaku selama 30 hari.

Pasal 67 UU No. 51 Tahun 2009 dan UU No. 9 Tahun 2004 ttg Perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(1) Gugatan tidak menunda atau mengahalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
digugat.
(2) Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan tata Usaha
Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan,
sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam
gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketannya.
(4) Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2):
a. dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang
mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usahan
Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan;
b. tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan
mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Penjelasan Pasal 67 UU No. 51 Tahun 2009 dan UU No. 9 Tahun 2004 ttg Perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Berbeda dengan hukum acara perdata maka dalam hukum acara Tata Usaha Negara
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu selalu berkedudukan sebagai pihak yang
mempertahankan keputusan yang telah dikeluarkannya terhadap tuduhan penggugat
bahwa keputusan yang digugat itu melawan hukum.
Akan tetapi selama hal itu belum diputus oleh Pengadilan, maka Keputusan Tata
Usaha Negara itu harus dianggap menurut hukum.
Dan proses di muka Pengadilan Tata Usaha Negara memang dimaksudkan untuk
menguji apakah dugaan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
melawan hukum beralasan atau tidak. Itulah dasar hukum acara Tata Usaha Negara
yang bertolak dari anggapan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu selalu
menurut hukum. Dari segi perlindungan hukum, maka hukum acara Tata Usaha
Negara yang merupakan sarana hukum untuk dalam keadaan konkret meniadakan
anggapan tersebut. Oleh karena itu, pada asasnya selama hal tersebut belum
diputuskan oleh Pengadilan, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
tetap dianggap menurut hukum dapat dilaksanakan.
Akan tetapi dalam keadaan tertentu, penggugat dapat mengaju-kan permohonan
agar selama proses berjalan, Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
diperintahkan ditunda pelaksa-naannya. Pengadilan akan mengabulkan permohonan
penunda-an pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut hanya apabila :
a. terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita
penggugat akan sangat tidak seimbang dibanding dengan manfaat bagi
kepentingan yang akan dilindungi oleh pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
Negara tersebut; atau
b. pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tidak ada sangkut
pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.

Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 126 dan Pasal 127
Pasal 126
(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan jadikan obyek
di gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.
(2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir.
(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah.
(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 127
(1) Penyitaan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam rangka penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana dicatat dalam buku tanah dan daftar umum lainnya serta, kalau mungkin, pada sertipikatnya, berdasarkan salinan resmi surat penyitaan yang dikeluarkan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Catatan mengenai penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus setelah sita tersebut dibatalkan/diangkat atau penyidikan perbuatan pidana yang bersangkutan dihentikan sesuai ketentuan yang berlaku atau sesudah ada putusan mengenai perkara pidana yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar