Rabu, 09 Oktober 2013

SELAMAT DATANG STRUKTUR ORGANISASI TERBARU SESUAI PERATURAN PRESIDEN NO. 63 TAHUN 2013 TTG BPN RI

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2013 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia  
Hal-hal yang menjadi bahan pembicaraan antara lain terkait PERPRES di atas, sbb :
  • Deputi Bidang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum dan penetapan hak tanah instansi.
    Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menyelenggarakan fungsi di antaranya perumusan kebijakan teknis di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, konsolidasi tanah, pengaturan, dan penetapan tanah instansi; pelaksanaan pengelolaan tanah, pengaturan, dan penetapan tanah instansi; pembinaan teknis penilai tanah; pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan pengaturan dan penetapan hak atas tanah untuk instansi untuk kepentingan umum dan hak atas tanah instansi.
    Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan publik itu erat kaitan dengan peran BPN RI yang cukup sentral dalam pembebasan lahan. Pengadaan tanah bagi masyarakat untuk kepentingan publik ini terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang didukung melalui Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012.
    • Apakah ini termasuk program penggemukkan birokrasi ? Rencana mau dirampingkan struktur organisasi kapan ?
    • MMC (mudah, murah, cepat) vs.  SML (susah, mahal lama) apakah dapat diterapkan dengan struktur organisasi yang baru ?
    • Dalam rangka mendukung pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, serta mendorong percepatan reformasi birokrasi, apakah ditindaklanjuti dengan langkah menata SDM (sumber daya manusia) yang profesional dan berkarakter ? dimana ketersediaan jumlah SDM yang digaungkan sebagai sumber kendala. Rasa ketakutan adanya pelantikkan massal seperti Tahun 2006 dulu, saran : harusnya musnah seiring dengan setiap pegawai siap ditempatkan di TU s/d seksi 1 s/d seksi 5 sehingga tidak ada lagi istilah ditempat basah atau kering atau sapa yang dapat dada/paha ayam dan sapa yang dapat ceker ayam dalam satu atap.
    • BPN RI dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Berarti BPN RI belum mampu secara langsung bertanggung jawab ke Presiden ? Seharusnya mengacu pada UUPA dimana peraturannya menjadi peraturan pokok maka BPN RI mampu mengkoordinasikan/tampil terdepan diantara Lembaga/Kementerian terkait dengan amanat UUPA (Lihat bunyi dalam Pasal 4 Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2013)
    • Percepatan Legalisasi Aset, berbagai kendala dan solusi realisasi pelaksanaan pendaftaran tanah di berbagai daerah, termasuk penguasaan hak-hak rakyat atas tanah di kawasan hutan, tanah ulayat, tanah bekas swatantra (di Jakarta saja masih banyak yang belum tersertipikat contoh Kelurahan Utan Kayu Selatan - Jakarta Timur), dll. Solusi realistis yang harus ditempuh untuk mengatasi lemahnya sumberdaya manusia (melalui Pengembangan Sumberdaya Manusia Mendukung Pelayanan Pertanahan, baik ditinjau dari aspek usia, jumlah, pendidikan maupun keterampilan), sarana prasarana, geografi wilayah dalam hubungan dengan aksesibilitas, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mendaftarkan tanahnya. 
    • Peradilan Pertanahan, yang memotret kondisi kualitas para hakim dalam memutus perkara-perkara pertanahan, yang tidak konsisten dan tidak memperhatikan peraturan perundangan terkait bidang pertanahan, terutama peraturan di bawah UU. Harapan RUU ttg Peradilan Pertanahan yang didalamnya terdiri dari para hakim yang menguasai secara khusus hukum pertanahan nasional dapat mengurai masalah sengketa pertanahan. Disamping itu visi dan misi meningkatkan lembaga mediasi yang dimiliki BPN RI yang menghasilkan saran/rekomendasi saja dapat berubah menjadi lembaga peradilan yang produknya melebihi dari saran/rekomendasi yakni memutuskan.
    • Reforma Agraria: Konsepsi Penetapan Batasan Minimum dan Maksimum Penguasaan Pemilikan dan Pemanfaatan Tanah Pertanian, memiliki tujuan menolong/gotong royong membantu petani gurem yang dari tahun ke tahun meningkat jumlah orang miskin dan ditinggalkan profesi sebagai petani oleh generasi muda.
    • R.I.P. Kedeputian Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat.
    • Perbedaan data luas penggunaan/peruntukan/pemanfaatan/penguasaan/pemilikan di Indonesia antara Badan Pusat Statistik, Bako (dulu), Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, BPN RI. dll bisa jadi sumber permasalahan dimulai dari beda sistim, beda peta, beda data, beda peraturan perundang-undangan itulah bhineka. 
    • Dijadikan dasar mengingat tentu terdapat pesan-pesan khusus terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. (larangan pemecahan tanah pertanian menjadi bagian kecil-kecil/peralihan hak/alih fungsi lahan) --> Larangan yang terkait dengan tanah pertanian BPN merupakan fouding father cikal bakalnya dari UU No. 56 Prp Tahun 1960 dalam Pasal 9 yang jiwanya menyatakan demikian. Pertanyaan apakah karena UU ini produk jaman Soekarno dalam rangka berdikari pada waktu itu sekarang dengan kemajuan jaman dianggap sudah tidak menggigit lagi dikenal juga Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Dengan Menteri Agraria No. SEKRA 9/L/2, tanggal 5 Djanuari 1961.
      Pelaksanaan UU NO. 56/PRP/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, Kemudian Kementrian Pertanian mencanangkan UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, bahkan dengan terbitnya PP No. 12 Tahun 2012 tentang pemberian Insentif agar tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian, pada intinya kesemuanya bagaimana nantinya tercipta kedaulatan pangan, tentunya BPN sebagai benteng pertahanan dari segi pemberian Haknya dengan Peraturan yang ada sebagai dasarnya, nah bagaimana dengan peraturan kita sendiri apakah ketinggalan jaman atau perlu disesuaikan sehingga terjadinya singkronisasi peraturan interdep dalam rangka kebijakan di bidang pertanahan untuk pangan.
    Motivasi : Pertama, untuk sesuatu yang berguna bagi sesama/masyarakat/negara/agama sebagai info berguna bagi pengetahuan dan informasi. Jika hal tersebut berguna tentu bersyukur, namun apabila tidak pun tidak menjadi masalah. Kedua, ingin belajar melalui menulis sekaligus juga peduli ke persoalan bangsa dan negara dengan aktif diskusikan. Terima kasih dan harap maklum. 
     

1 komentar:

  1. Struktur yang baru ini tidak mencerminkan reformasi birokrasi ... Ada muatan apa yaaaa???? Harusnya membuat struktur melihat fakta lapangan. KOnseptor struktur ini jelas tidak memahami masalah pertanahan.

    BalasHapus