Senin, 11 November 2013

PENCATATAN BLOKIR DI BUKU TANAH

by Yanu Editama
Mengacu pada ketentuan tentang pencatatan blokir di buku tanah berdasarkan
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
  • Pasal 55 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
    Pasal 55
    (1) Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai
    isi semua putusan Pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap dan
    penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data
    mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada
    buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada sertipikatnya dan daftar-daftar
    lainnya.
    (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga atas permintaan
    pihak yang berkepentingan, berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya kepada Kepala Kantor Pertanahan.
    (3) Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan rumah
    susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1). 
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional + Lampiran
  • Pasal 126 jo. 127 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Lampiran
    Pasal 126
    (1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak
    Milik Atas Satuan Rumah Susun akan jadikan obyek
    di gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.
    (2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal
    pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu
    tersebut berakhir.
    (3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo
    atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Ruma
    h Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut
    dicatat dalam buku tanah.
    (4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga
    puluh) hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara
    eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
    Pasal 127
    (1) Penyitaan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam rangka penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana dicatat dalam buku tanah dan daftar umum lainnya serta, kalau mungkin, pada sertipikatnya, berdasarkan salinan resmi surat penyitaan yang dikeluarkan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    (2) Catatan mengenai penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus setelah sita tersebut dibatalkan/diangkat atau penyidikan perbuatan pidana yang bersangkutan dihentikan sesuai ketentuan yang berlaku atau sesudah ada putusan mengenai perkara pidana yang bersangkutan.
  • Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Dan Pengaturan Pertanahan + Lampiran 1 + Lampiran 2 + Lampiran 3
  • Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 600-1900 Tanggal 31 Juli 2003 Perihal Pengenaan Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan, Pendaftaran Tanah, Pemeliharaan Data Pertanahan dan Informasi Pertanahan Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002
  • Persyaratan : 1. Formulir permohonan yang sudah diisi dengan disertai alasan pemblokiran dan/atau salinan surat gugatan dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
    2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
    3. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang
    telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
    4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum
    5. Dokumen pendukung pemblokiran (permintaan Peradilan dan/atau permintaan aparat penegak hukum, perorangan atau badan hukum yang menunjukkan bukti kepemilikan berupa Sertipikat asli dan/atau bukti kepemilikan lainnya).
    catatan :Formulir permohonan memuat:1. Identitas diri; 2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon; 3. Alasan pemblokiran; Dicatat dengan tinta hitam, dibubuhi paraf dan tangga


    Eman2 jika tercecer:
    Blokir Tanah
    dalam proses Pendaftaran Tanah Pertama-Kali dan/atau Peralihan Hak atas Tanah
    oleh Bambang ardiantoro (penyunting)
    diambil dari status SILATURAHMI DENGAN NOTARIS per Rabu 7 Mei 2014 6:23 am WIB tautan Yandi Amri Herman
    Tinjauan Hukum Mengenai Blokir (Proses Administrasi Pertanahan di Kantah)
    1. Apakah yang dimaksud "blokir" dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PMNA/KBPN 3/1997)?
    2. Kontroversi Blokir antara PP No. 24 Tahun 1997 dan PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997.
    3. Ternyata Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI (MARI) telah menjawab dengan Putusannya. Bahwa Blokir tidak disebutkan secara eksplisit namun tersirat dalam Pasal 30 huruf 3, Pasal 45, dan Pasal 55 ketentuan PP No. 24 Tahun 1997, juga Pasal-pasal 125, 126, 127, dan Pasal 128 PMNA/KBPN No. 3/1997 blokir dapat dilakukan dengan alasan status quo, peletakan sita oleh hakim pengadilan, permintaan untuk penyidikan, dalam sengketa yang akan diajukan gugatan ke pengadilan.
    Blokir [yang berdasarkan permohonan pihak yang merasa berkepentingan namun kepentingannya tersebut terganggu] dicatat dalam Buku Tanah [yang ada di Kantor Pertanahan kabupaten/kota wilayah administrasi pertanahan setempat sesuai letak secara administratif tanah terkait] dan hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali diikuti dengan putusan jaminan sita dan berita acara eksekusi permohonan blokir, memang tidak dijelaskan secara rinci; akan tetapi, blokir secara tersirat bisa dilihat dari pemaparan di bawah ini:
    1. Bahwa blokir terhadap permohonan [Pendaftaran] Hak untuk Pertama Kali (originair) yang sedang diproses untuk penerbitan sertipikat [sesuai permohonan di Kantor Pertanahan], pelaksanaannya berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 30 ayat (1) huruf c dan d dengan uraian sebagai berikut:
    a. Blokir [yang] tidak disertai surat gugatan, maka diberitahukan kepada pemohon blokir untuk mengajukan gugatan, apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari untuk pendaftaran sporadis tidak ada gugatan, maka proses permohonan hak tetap dilaksanakan [baca: dilanjutkan bila sempat ditangguhkan atau ditunda atau dihentikan sementara, ed.];
    b. Blokir [yang] disertai surat gugatan [yang diajukan ke Pengadilan Negeri dengan dilengkapi adanya bukti register gugatan], tetapi tidak ada perintah untuk status quo [dari Pengadilan yang memroses] dan tidak ada sita jaminan [sesuai perintah Pengadilan], maka dilakukan pembukuannya dalam Buku Tanah dengan diberi catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan; dan kepada pemohon blokir diberitahukan tentang hal tersebut. Catatan tersebut hapus setelah adanya perdamaian atau Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap [(inkracht van gewijsde)];
    c. Blokir [yang] disertai surat gugatan [yang diajukan ke Pengadilan Negeri dengan dilengkapi adanya bukti register gugatan] dan ada perintah status quo atau sita jaminan [dari Pengadilan] maka proses permohonan dihentikan, sampai adanya pengangkatan status quo atau sita jaminan; dan kepada pemohon hak diberitahukan tentang hal tersebut. (Hal ini berlaku sampai adanya petunjuk lebih lanjut dari BPN RI). [Apakah dalam waktu hampir 17 (tujuhbelas) tahun semenjak diundangkannya PP 24/1997 belum ada petunjuk lebih lanjut tersebut? Ini pun menjadi catatan tersendiri, agar para pengelola pertanahan di jajaran BPN RI bersedia merumuskannya untuk setidaknya demi kecermatan, ketepatan, dan kecepatan para pelaksana di lapangan dalam bekerja tanpa keraguan.]
    2. Bahwa Blokir terhadap Pendaftaran Peralihan atau Pembebanan Hak berpedoman pada Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 (PMNA/KBPN 3/1997), dengan uraian sebagai berikut:
    a. Blokir [yang] tanpa dilampiri surat gugatan [yang diajukan ke Pengadilan Negeri dengan dilengkapi adanya bukti register gugatan] maka kepada pemohon blokir agar sesegera-mungkin [atau secepatnya] diberitahukan untuk melampirkan surat gugatan [yang diajukan ke Pengadilan Negeri dengan dilengkapi adanya bukti register gugatan]; dan terhadap permohonan blokir tersebut, baik sebelum maupun sesudah dilampiri surat gugatan dicatat di Buku Tanah [yang ada dalam arsip Kantor Pertanahan setempat] dan berlaku hanya 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan serta tidak bisa diperpanjang;
    b. Blokir dengan dilampiri surat gugatan [yang diajukan ke Pengadilan Negeri dengan dilengkapi adanya bukti register gugatan] disertai perintah status quo dari Pengadilan, maka blokir [tersebut] berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak perintah status quo [tersebut], dan pihak pemohon blokir diberitahu tentang hal tersebut;
    c. Blokir dengan dilampiri surat gugatan disertai sita jaminan [dari Pengadilan], maka blokir berlaku sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap [(inkracht van gewijsde)] dan telah diangkat sita jaminannya, serta pihak pemohon blokir diberitahu tentang hal tersebut. Bahwa Blokir terhadap pendaftaran peralihan ata pembebanan hak berpedoman pada ketentuan Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) menyebutkan: “Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan Pendaftaran Peralihan Hak atau Pembebanan Hak jika tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di pengadilan”. [Sepatutnya, penolakan dimaksud secara tertulis diberikan kepada pemohon layanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah yang ada di Kantor Pertanahan kabupaten/kota setempat berdasarkan Peraturan KPBN RI No. 1/2010 tentang Standar Pelayanan dan Penngaturan Pertanahan. Form penolakan selayaknya telah disiapkan agar mempermudah petugas loket di Front Office Kantor Pertanahan untuk menyiapkan surat penolakan, Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang diberi pelimpahan wewenang dengan cepat dapat menandatangani Surat Penolakan dimaksud dengan sangat cepat, tanpa menunda waktu.]
    3. Bahwa berkaitan adanya penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana, maka:
    a. Blokir terhadap Pendaftaran Peralihan atau Pembebanan Hak berpedoman pada Pasal 127 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997, yaitu blokir tersebut harus dilampiri dengan salinan resmi surat penyitaan yang dikeluarkan penyidik yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berlaku sampai dengan:
    1) dibatalkannya atau diangkatnya sita [jaminan] tersebut; atau
    2) dihentikannya penyidikan terhadap perbuatan pidana yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku; atau
    3) sesudah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) terhadap tindak pidana yang disangkakan.
    b. Blokir terhadap Pendaftaran Peralihan atau Pembebanan Hak dan Permohonan [Pendaftaran] Hak [Tanah] Untuk Pertama-Kali (originair) yang sedang diproses untuk penerbitan sertipikat [(Tanda Bukti Hak) Tanah], yang tidak dilengkapi sita [jaminan] dan hanya pemberitahuan dari penyidik yang berwenang, maka blokir tersebut berlaku sampai dengan:
    1) sesudah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) terhadap tindak pidana yang disangkakan; atau
    2) dihentikannya penyidikan terhadap perbuatan pidana sesuai ketentuan yang berlaku. (untuk mengetahui perkembangan penyidikan tersebut merupakan kewajiban bagi pemohon hak atas tanah untuk menanyakan kepada penyidik yang berwenang atau dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan [bila pihak Kepala Kantor Pertanahan setempat merasa berkepentingan dalam mengetahui sampai tahap apa saja penyidikannya] guna memperoleh informasi tentang perkembangan penyidikan dimaksud);
    3) permohonan blokir terhadap Pendaftaran Peralihan atau Pembebanan Hak selain daripada telah dijelaskan di atas, maka berdasarkan pada Pasal 128 PMNA/KBPN No. 3/1997, harus mendapat ijin dari Kepala Badan Pertanahan;
    4) blokir terhadap Pendaftaran Peralihan atau Pembebanan Hak hanya dapat dilakukan pada bidang tanah yang nyata-nyata menjadi obyek sengketa bukan [baca: tidak harus] didasarkan keseluruhan luas bidang tanah yang tercantum pada nomor Hak Atas Tanah dimaksud [baca: berarti hanya bagian yang dipersengketakan].
    Terkait ketentuan blokir yang diatur dalam Pasal 45 ayat (1) huruf e PP 24/1997 dan ternyata tidak sinkron dengan Pasal 126 PMNA/KBPN No. 3/1997 (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997). Ketentuan yang mana harus diikuti? Pendapat Hukum: “Bahwa yang harus dikuti adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, karena Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 merupakan peraturan pelaksanaan dari PP No. 24 Tahun 1997.”
    Bagaimana pun PMNA/KBPN tidak boleh bertentangan dengan PP (Peraturan Pemerintah), karena secara hierarkhi peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Pemerintah lebih tinggi dari[pada] PMNA/KBPN. Bahwa hal ini telah diuji dan telah ada Putusan Mahkamah Agung RI sebagai berikut: Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 318 K/TUN/2000 tanggal 19 Maret 2002 [dengan] Majelis Hakim: 1. Prof. Dr. Paulus Effendi Lotulung, SH. 2. Ny. Emin Aminah Achadiat, SH. 3. Ny. Asma Samik Ibrahim, SH. [Yang menghasilkan] Kaidah Hukum: “Bahwa berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Kepala Kantor Pertanahan tidak boleh melakukan Pendaftaran Peralihan Hak, jika tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di Pengadilan”.
    -&-

                                                                                                 Kota/kab,    tgl/bulan/tahun

    Nomor     :                                                                      
    Lampiran  :    -                 
    Perihal      : Permohonan  Pemblokiran
                     Sertipikat HM.No.00000/desakelurahan.


    Kepada :
    Sdr. 
    d/a. .............
    Di
    Kota/Kabupaten


    Menanggapi surat permohonan Saudara tanggal bulan tahun perihal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut :

    1.    Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 3 Tahun 1997, permohonan pencegahan peralihan hak / pemblokiran dan atau perbuatan hukum apapun sebagaimana dimaksud dalam surat Saudara dapat dipenuhi apabila :

    a.    Dipenuhi 30 ( tiga puluh) hari apabila terjadi perkara di Pengadilan dan kepada kami disampaikan salinan gugatan.
    b.    Jangka waktu pada angka 1 huruf a dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari lagi apabila ada perintah status quo dari Majelis Hakim Pemeriksa Perkara atau dapat diperpanjang selama diletakkan sita jaminan (CB).
    c.    Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 untuk pencatatan permohonan pemblokiran dimaksud harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kulon progo dengan membayar biaya sebesar Rp. 50.000,- setiap bidang.

    2.    Bahwa obyek tanah yang dimohonkan pemblokiran adalah SHM No. 000/desakelurahan atas nama ........ saat ini tidak dilampirkan salinan surat gugatan.

    3.    Bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut di atas, permohonan pemblokiran belum dapat dikabulkan dan jika Saudara tetap menghendaki pemblokiran obyek tanah dimaksud agar melengkapi persyaratan sebagaimana tersebut di atas.

    Demikian untuk menjadi maklum.




                                                                              KEPALA KANTOR PERTANAHAN

  • Menanggapi surat permohonan Saudara tanggal bulan tahun perihal sebagaimana tersebut pada pokok surat, disampaikan penjelasan sebagai berikut :

    1.    Bahwa sesuai dengan Pasal 126 ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, Kantor Pertanahan dapat melaksanankan pencatatan pemblokiran di dalam buku tanah, apabila suatu hak atas tanah dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dan kepada kami disampaikan salinan surat gugatan dari yang bersangkutan.

    2.    Bahwa Sertipikat Hak Milik No.000/desakelurahan atas nama ........ terletak di Desa /Kelurahan.........., Kecamatan ............, Kabupaten/Kota.......... dapat memenuhi persyaratan sebagaimana angka 1 tersebut di atas, sehingga permohonan pemblokiran / penghalang dapat dipenuhi.

    3.    Bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut di atas, agar Saudara melampirkan Salinan gugatan di Pengadilan guna pencatatan pemblokiran dan diminta mendaftarkannya melalui loket pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota................, setiap hari dan jam kerja dengan membayar biaya sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010. 

3 komentar:

  1. Bagaimana redaksi Permohonan Pencabutan Pemblokiran

    BalasHapus
  2. bagaiman menyikapi pemblokiran SHM di salah satu kantor BPN yg suratnya tidak resmi tanda tangan tanpa materai / pendukung yg kuat) sejak th 2012 hingga th 2016. Apakah hal ini bisa dibenarkan menurut hukum atau perundang undangan yg berlaku ?

    BalasHapus
  3. Bunda elys... Buwit suruh baca ini...

    BalasHapus