Mediasi
efektif atau tidak, tergantung beberapa faktor dari Seksi yang menangani sebagai
Mediator, yaitu : 1) Niat sang Mediator, 2) Punya Ilmu Mediator, 3) Data
Lengkap untuk Tanah yang jadi Objek masalah. Peraturan untuk dilakukan Mediasi
atas Suatu Sengketa, Konflik dan Perkara yaitu. Perkaban No. 3/2011 sudah
cukup. Namun hasil Kesepakatan Mediasi untuk digunakan sebagi dasar
Pendaftaran Hak memang belum Tegas. Kita gunakan analogi dalam PP No.
24/1997 jo PMNA/KaBPN No.3/1997 bahwa Putusan Pengadilan dapat digunakan sebagai
dasar Pendaftaran Derefatif dan Pembatan Hak (vide PMNA/KaBPN No.
3/1999 jo. PMNA/KaBPN No.9/1999) karena BA Kesepakatan Mediasi atau dalam
Bentuk Akta Notariil senilai dengan Putusan Pengadilan dan mengikat kedua
belah Pihak yang bersengketa. Saran kedepan harusnya Mediator BPN
dimasukkan dalam Rancangan UU Pertanahan. (Sekedar memberi sedikit
masukkan karena Pengalaman selama 17 Tahun di PMP dan SKP. Mediasi adalah
Penyelesaian yang Manusiawi dan semua Menang)
mediasisasi
konflik/sengketa tanah air untuk mencegah kudeta kemakmuran karen
ketimpang siuran akses masyarakat terhadap aset ekonomi yang diperparah dengan
adanya surat tanah yang ilegal loging. -vickynisasi n separatos blank-
apakah
memang sebaiknya diperlukan pelatihan mediasi dari lembaga mediasi agar
niat dan ilmunya semakin mantab? kemudian apakah mediasi perlu dibuatkan
petunjuk teknis tersendiri pak sebagai pelengkap Perkaban 3/2011?
PERLU dan sangat perlu Pelatihan itu karena mekanisme Mediator banyak yang belum
mendalami. Adapun untuk Juknis tidak perlu karena sudah ada UU tentang Mediasi yang diperlukan sudah ada yaitu bahwa SKP
Pertanahan diusahan semaksimal mungkin Win Win Solution sudah ada dari
KaBPN. Saya sudah praktekkan baik kasus yang sedang ditangani Polda, PTUN dan PN
bisa selesai dengan Mediasi dengan BA Mediasi dimasukkan Klausul Para Pihak untuk
mencabut Gugatan atau Laporannya dan Kasus dianggap Selesai. Hanya sedikit
Hambatannya, masih banyak Temen di Seksi HTPT yang tidak mau menerima Berita Acara Mediasi
sebagai dasar Pendaftaran Derefatif. Mungkin kita lupa kalau UUPA disusun juga
dengan mengakomodir berbagai Hukum Positif yang berlaku di RI.
memang
sudah ada UU 30/99 tentang Arbitrase & Alternatif Penyelesaian
Sengketa tapi di dalamnya hanya membahas mengenai Arbitrase, mengenai APS
hanya dibahas di satu pasal saja, mengenai apa itu mediasi dan
prosedurnya seperti apa tidak diatur..
memang
dalam Perkaban No. 3/2011 sudah diatur mengenai mediasi tetapi menurut saya
ada beberapa pasal yang kontradiktif dengan ilmu mengenai mediasi misalnya
jika salah satu para pihak tidak hadir setelah dipanggil dengan layak 3x
maka mediasi terus dilanjutkan.
kemudian
tidak diatur bagaimana suatu kasus pertanahan berapa kali dapat
dimediasi, karena sering kali terjadi pengulangan gelar mediasi meskipun
mediasi sudah pernah digelar di kantah, Kanwil pun memediasi, bahkan
pusat pun memediasi, sehingga proses berjalan sangat lama yang ujung2nya
juga gagal mencapai kepekatan sehingga tidak segera terjadi kepastian
hukum, dsb.
di
MA sebagai aturan pelaksana diterbitkan Perma No. 1/2008 tentang
Prosedur Mediasi, disitu ada pasal yang mengatur dimana para pihak
dengan bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan
sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat
mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang
untuk memperoleh akta perdamaian, mungkin hal tersebut bisa dijadikan
jalan tengah sehingga seksi 2 tidak bimbang lagi.
Penting
banget mas dan sangat dibutuhkan untuk BPN mediasi sebagai alternative
dispute resolution sekaligus bentuk penyelesaian non litigasi.
Kalo untuk pengaturan hukum mediasi menurut saya perlu dipertajam lagi ibarat kata perlu ada "lex specialis" nya.
Kalau
untuk kendala disamping regulasi, skill atau SDM pegawai juga perlu di
up grade, terlepas dari kultur para pihak yg bersengketa, kan ada juga
yang bisa di ajak ngomong ada juga yang bisanyaa ngotot2an aja.
Kalo
untuk mediator yang bersertipikat mohon koreksi kalo saya, pernah ada
pelatihan mediasi yang di lakukan oleh UGM dan setelah mengikuti pelatihan
tersebut bisa didaftarkan ke pengadilan untuk menjadi mediator, ada
beberapa pegawai BPN juga yang uda ikut.
ÑB
: terakhir di kantah saya mas teman2 dari puslitbang juga pernah datang
ngebagiin quisioner soal mediasi gini juga, trus waktu diklat kuasa
hukum juga ada materi bahkan simulasi soal mediasi.
Berarti
UU No. 30/1999 harus ada aturan Pelaksanaannya bisa jadi Perma No.1/2008 itu
adalah Penjabaran atau Pelaksanaan dari UU itu coba liat konsideran
Mengingatnya. Tatacara Mediasi PPSKP adalah Perkaban
No. 34/2007 jamannya Pak Sugiri (Deputi V) sebelum diganti Perkaban No.
3/2011 jamannya Pak Arianto (Deputi V). Perlu diingat Mediasi adalah
mekanisme ALTERNATIF untuk Penyelesaian SKP jadi tetap harus dibatasi waktu juga yang diajarkan jika kita ikut Pelatihan Mediator. artinya kesimpulan
Mediasi ada 2 "Sepakat Untuk Sepakat" atau "Sepakat untuk Tidak
Sepakat". artinya untuk apa kita Mediasi jika salah satu tidak pernah mau
hadir. makanya dalam mekanisme setelah memanggil kedua Pihak dalam waktu yang
berbeda untuk buat pernyataan bersedia di Mediasi. jika kita bicara
Mediator Profesional yang sudah didaftarkan ke PN maka honornya bisa
per-Jam. Jadi kalau harus ikuti maunya salah satu Pihak untuk memanggil terus,
maka habislah untuk bayar honor. apalagi lokasinya harus dengan
Pesawat. jadi Mediasi hanya Alternatif Penyelesaian. Sang Mediator harus
punya Ilmu Sosiologi, Budaya/Adat dan sedikit Hukum Agama untuk mempengaruhi
Para Pihak. (walau diaturannya tidak boleh mempengaruhi tapi Mediasi adalah
Ilmu menggiring Orang untuk Mufakat), kalau masalah kenapa Kantah sudah Mediasi
trus Kanwil dan Pusat juga lakukan karena mungkin Pelapor tidak puas dan Jajaran yang
lebih tinggi pasti juga minta laporan dari yang di Kantah. jadi ini masalah Sistem
saja. karena prinsip BPN dari yang terbawah sampai ke Pusat harus melayani
Laporan Pengaduan dari Masyarakat.
kalau
boleh saya berpendapat ilmu mediasi yang diajarkan dalam pelatihan oleh ICCT
haruslah kita anggap sebagai landasan ontologis bagi mediator BPN. Upaya
mediasi yang kita lakukan saat ini merupakan bentuk upaya penyelesaian
sengketa pertanahan melalui jalur musyawarah dengan mempertemukan para
pihak dan mengedepankan pendekatan non hukum. bila disandingkan dengan
teori mediasi yang diajarkan dulu pelatihan yang bersifat teori ataupun
dilihat dari sisi lain, bahwa teori mediasi tersebut diadopsi dari
teori2 mediasi di negeri barat. Sebagai contoh seorang mediator tidak
boleh mengusulkan pikirannya atau idenya sendiri mengenai jalan keluar
dari permasalahan yang sedang dimediasi. Kita ketahui bahwa dalam proses
KAUKUS terdapat juga peluang untuk mengetahui kehendak yang tersembunyi
dari para pihak. Dalam masyarakat kita, terutama di daerah2 timur yang
kental dengan adat istiadat dan nuansa komunalistis, terkadang ide atau
alternatif lain yang justru muncul dari seorang mediator sering menjadi
kata kunci dari penyelesaian sengketa yang dimediasi. Saran baca buku : 1
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengkatan (APS) H. Priyatna
Abdurrasyid, Prof DR. dan buku Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat
dan Hukun Nasional Penulis Prof. DR. Syahrizal Abbas. Semoga membantu.
jujur
saja Perkaban 3/2011 terlalu muluk,...dalam pelaksanaannya mediasi-2 yg
dilaksanakan di BPN, hanya sekadar formalitas saja, tidak semua aparat
BPN mempunyai kemampuan sbg mediator, dalam pelaksanaannya lebih ke arah
sebagai FASILITATOR saja ketimbang mediator. coba dicek lagi apakah
pelaksanaan Mediasi di BPN sudah sesuai prinsip2 mediasi.
BPN harus punya Mediator yang Mandiri-Profesional. persoalan lain adalah:
bagaimana akta van dading yang dibuat mempunyai kekuatan eksekutorial ...satu
lagi adalah arsip2 harus aman, biasanya setiap ada masalah arsip/warkah
hilang...trus bagaimana kita bisa memberikan rekom. untuk penangannannya,
mengkaji untuk mengetahui akar/mendalami permasalahan mengalami hambatan karena
tidak ada warkah. petugas arsip. kalau bisa ditingkatkan kesejahteraannya (difungsionalkan atau apalah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar