Peraturan Pelaksanaan AW à Agrarisch Besluit (Rpts Agraria) S 1870 / 118
Diberlakukan = a. di Jawa – Madura à Pasal 20
b.
di luar Jawa – Madura à
S. 1875/ 119 a
Isi penting : Domein Verklaring (umum) semua tanah yang
tidak dapat dibuktikan hak Eigendomnya adalah milik Negara.
Domein khusus :
-
S. 1874 / 947 à untuk Sumatera
-
S. 1877 / 55 à untuk Sulawesi
-
S. 1888 / 58 à untuk Kalimantan
Semua tanah liar / kosong termasuk tanah milik Negara,
kecuali yang di haki oleh rakyat berdasar haknya untuk membuka tanah
Fungsinya : memperoleh kepastian untuk dasar pemberian hak
Erpacht kepada Pengusaha Asing (selama 75 tahun)
Ver Vreemding Verbod (larangan pengasingan) S. 1875 / 179
Isinya melarang tanah-tanah pribumi dialihkan kepada non
pribumi baik langsung – tidak langsung
Tujuan mencegah jatuhnya tanah pribumi kepada pengusaha
Asing
Agraria Eigendom (S. 1822 / 117) memberikan status Eigendom
terhadap tanah hak milik pribumi.
Kesimpulan Politik Pertanahan Pemerintahan Belanda :
berusaha mendapatkan kekayaan / harta sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia
dengan tidak segan-segan menyengsarakan bangsa Indonesia berlandaskan :
- Hukum yang disusun berdasarkan sendi-sendi tujuan penjajah dan sebagian lainnya berdasarkan hukum adat yang telah dipengaruhi olehnya.
- Hukum yang tidak memberikan kesatuan hukum
- Hukum yang tidak memberikan kepastian hukum bagi hak-hak bangsa Indonesia.
Tanah bukan yang sacral tetapi merupakan benda yang komersil
dengan adanya dualisme.
Hukum adat berdasarkan fakta mengenai hukum tanah sejak
Proklamasi sampai dengan berlakunya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Dalam
UUD 1945 diatur dalam Pasal 33 ayat (3) dan UUPA sebagai Undang-Undang organik
atau pelaksana. Tanggal 24 September 1960 diundangkan UUPA dan sebelumnya
digunakan hukum tanah yang lama buatan Belanda.
Penyesuaian dilakukan dengan :
- Mempergunakan kebijaksanaan dan tafsir baru yang sesuai dengan keadaan dan keperluan rakyat Indonesia. Belanda mengenalkan hak eigendom yang sekarang disebut sebagai hak milik.
- Meniadakan lembaga feodal;
- Menghapus tanah-tanah partikelir / tanah desa perdikan. Tanah-tanah yang dibeli oleh VOC.
Perdikan merupakan kepemilikan atas
tanah-tanah yang luas yang dimiliki seseorang yang diperoleh dari pemberian Raja
karena jasanya.
Tanah mulia merupakan sebutan tanah
yang diperoleh dari Raja yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya dalam
bidang agama/spiritual, missal orang yang menyiarkan agama dihargai.
Tanah Partikelir dihapuskan pada
tahun 1958 dengan adanya Undang-Undang No. 1 tahun 1958 kemudian status tanah
menjadi tanah Negara.
- Perubahan peraturan persewaan tanah rakyat;
- Pengawasan pemindahan tanah-tanah hak barat (karena tanahnya biasanya strategis);
- Penertiban tanah-tanah perkebunan;
- Diadakan kenaikan uang pemasukan dari orang-orang yang menguasai/pemilik tanah-tanah hak erpacht;
- Diadakan pelarangan dan penyelesaian soal pemakaian tanah tanpa izin;
- Diadakan Undang-Undang bagi hasil (UU No. 2 Tahun 1960 diundangkan tanggal 2 Februari 1960);
Undang-Undang tentang bagi hasil
sampai sekarang tidak dihapus.
- Penyempurnaan tugas / wewenang keagrariaan dalam hukum tanah (lihat sejarah BPN RI);
- Penyusunan UU Agraria / pertanahan nasional (sejak 1949 disusun UUPA RIS konsep yang disesuaikan dengan konstitusi RIS kemudian diubah kedalam Negara Kesatuan setelah 1 (satu) tahun.
Tujuan NKRI menyusun UUPA :
- Meletakkan dasar-dasar pembentukan hukum tanah nasional;
- Meletakkan dasar-dasar adanya univikasi / kesatuan hukum dan kesederhanaan;
- Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi bangsa Indonesia.
Ciri-ciri hukum tanah Indonesia
- Didasarkan pada hukum adat asli Indonesia yang mengandung unsure-unsur kekeluargaan, kebersamaan, gotong royong dan keagamaan. Hukum adat yang memberikan kepastian hukum dari yang tidak tertulis kemudian menjadi tertulis yakni UUPA.
- Harus bias memfungsikan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu hukum tanah harus bersifat luas, fleksibel mengikuti perkembangan masyarakat Indonesia.
- UUPA dijiwai oleh Pancasila tetapi tidak ada kata-kata pancasila dalam konsideran dimuat dalam rumusan.
- Harus menjadi penjabaran dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
UUPA No. 5 Tahun 1960 hanya berisi pokok-pokok agrarian
karena supaya luwes dan yang dirubah hanya peraturan pelaksana.
Pasal-pasal dalam UUPA yang perlu dilengkapi :
NO Pasal Perihal
Peraturan Pelaksana
- 2 ayat (4) Hak menguasai PP ?
- 10 ayat (2) Pelaksana mengerjakan sendiri perundang-undangan ?
Ayat (3)
- 17 ayat (3) ganti rugi obyek landreform PP No. 224/1941
Ayat (4) tercapainya
batas minimum pencabutan Perundang-undangan ?
Ayat (2) pembatasan
maksimum UU
No. 56/1960
- 18 Pencabutan UU No. 20/1961
- 19 ayat (1) Pelaksanaan PT PP No. 10/1961
- 22 ayat (1) Terjadinya Hak milik Adat PP ?
Ayat (2) Terjadinya Hak
Milik Penetapan Pemerintah PP PMDN No. 6/1972
PMDN
No. 5/1973
- 24 mengerjakan HM bukan miliknya Perundang-undangan
UU No. 56/1960 tentang Gadai
UU No. 2/1960 tentang bagi hasil
Sewa ?
- 26 ayat (1) Pengawasan pemindahan HM PP ?
- 30 Subyek HGU tidak memenuhi syarat PP ?
- 36 Subyek HGB tidak penuhi syarat PP ?
- 46 ayat (1) Hak membuka tanah & memungut hasil PP ?
- 47 ayat (2) Hak Guna Air dan penangkapan ikan PP ?
Penjelmaan Pancasila dalam Pasal-Pasal UUPA :
- Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pasal 1 ayat (2) dan (3); Pasal 14
ayat (1); Pasal 49
- Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
a. Hubungan
Kolektif
Pasal 1 ayat (1) dan (2); Pasal 2
ayat (1); Pasal 11; Pasal 12 dan Pasal 13
b. Hubungan
Privat
Pasal 2 ayat (2b); Pasal 4 ayat
(1), (2) dan (3); Pasal 20 ayat (1) dan (2)
- Sila Persatuan Indonesia
Pasal 9 ayat (1) hanya Warga Negara
Indonesia yang berhak
Pasal 21 ayat (1) Warga Negara
Indonesia tunggal
Pasal 42; Pasal 55 ayat (1)
- Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad dalam permusyawaratan dan perwakilan serta sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 7; Pasal 9 ayat (2); Pasal 17
ayat (1), (2), (3) dan (4)
Hak menguasai Negara
- Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan persediaan dan pemeliharaan
- Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah
- Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah
Tanah Negara merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh
Negara, belum diberikan hak-hak atas tanah, perorangan
Tanah Hak merupakan tanah yang telah dibebani hak atas tanah
Dalam UUPA mengatur tentang pencabutan berlakunya
ketentuan-ketentuan jaman belanda kecuali dikutipkan sambil menunggu UU yang
baru.
Agraria eigendom memberikan sertipikat hak milik kepada
pribumi
Buku II BW yang mengatur tentang tanah. Di Jogjakarta WNI
keturunan tidak berhak memiliki tanah karena peraturannya tidak dicabut secara
tegas.
Hipotek Verban merupakan jaminan melalui hukum adat dan
sekarang sudah tidak berlaku lagi
Konversi (perubahan status hukum) dilakukan sesuai diktum
UUPA dalam Pasal I – 9. Hak erpacht menjadi HGU; hak postal menjadi HGB.
Karena hanya berlaku 20 tahun maka 24 september 1980 sudah
berakhir para penghuni hak-hak atas tanah barat.
PMA No. 2 Tahun 1960 tentang tata cara konversi hak tanah
barat sedang untuk tanah hak adat koversinya ditegaskan pada permohonan
penegasan hak.
UUPA berlaku secara yurudis maka harus ditaati à
fakultatif = wajib kalau hak tanah atas pemberian pemerintah tapi kalau atas
hak-hak tanah adat tidak wajib.
Untuk memberiukan kepastian hukum hak atas tanah maka
dilakukan pendaftaran tanah. Dalam UUPA diatur dalam Pasal 19 secara umum
isinya :
- Tujuan mendaftarkan tanah
- Dalam pendaftaran tanah tersebut adalah kewajiban pemerintah
- Pendaftaran tanah diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia
- Pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam PP (sebagai petunjuk pelaksana/juklak)
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi
: pemetaan, pengukuran dan pembukuan. Penyelenggaraan pendaftaran tanah
dilaksanakan secara bertahap yaitu didasarkan pada kondisi Negara, Lalu lintas
social ekonomi masyarakat dan kemungkinan penyelenggaraan. Pada asasnya biaya
pendaftaran tanah ditanggung oleh pemohon.
Ketentuan khusus dalam Pasal 23
tentang Hak Milik; dalam Pasal 32 tentang HGU dan dalam Pasal 38 tentang HGB
sedangkan untuk hak pakai dan hak pengelolaan diatur dalam PMA No. 1 Tahun 1966.
Asas horizontal berarti pemilik
bangunan juga pemilik tanah
Asas vertical berarti pemilik
bangunan, tanah maupun tanaman pemiliknya dapat berbeda.
UUPA menghendaki luwes fleksibel
maka hanya ketentuan-ketentuan pokok yang dicantumkan : Pasal 1 sifat
kenasionalan bahwa tanah-tanah dari sabang sampai merauke adalah milik bangsa
Indonesia; bahwa tanah dikuasai oleh Negara berarti tidak memiliki namun hanya
menguasai; harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; kewenangan
diadakan pelimpahan kepada daerah bias sebagai madebewine (pelaksanaan
Pemerintahan Daerah) contoh Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional dibidang Pertanahan jo. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, PemerintahanDaerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Kewenangan yang
dilimpahan kepada Daerah adalah :
a. Pemberian
Izin Lokasi;
b. Penyelenggaraan
Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
c. Penyelesaian
sengketa tanah garapan;
d. Penyelesaian
masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
e. Penetapan
subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kerugian
maksimum dan tanah absentee;
f.
Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
g. Pemanfaatan
dan penyelesaian masalah tanah kosong/diterlantarkan/liar;
h. Pemberian
izin membuka tanah;
i.
Perencanaan penggunaan tanah wilayah
Kabupaten/Kota. Catatan : apabila kewenangan-kewenangan di atas bersifat lintas
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh pemerintah provinsi.
Hukum tanah kita masih mengakui hak ulayat di masyarakat.
Kepada orang-orang/badan hukum/masyarakat dapat diberikan hak-hak atas tanah.
Tanah milik bangsa Indonesia dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk rakyat
Indonesia harus dengan hak (Pasal 4)
Dalam Pasal 5 hukum tanah berasal/sumbernya dari hukum adat
Pasal 6 sebagai fungsi social bahwa hak tanah, pemanfaatan
tanah memiliki fungsi social artinya subyek hak di dalam memanfaatkan / tidak
memanfaatkan tidak boleh semata-mata untuk kepentingan pribadi apalagi
merugikan orang lain (untuk kepentingan umum dalam pasal 18 ) missal fungsi
social pohon yang daun-nya mengotori tanah tetangga.
Pasal 7 yang intinya ketika ada pemilikan, penguasaan tanah
yang melampaui batas dilarang
Pasal 10 pada asasnya Pemegang tanah pertanian memiliki
kewajiban mengelola tanah, kecuali dengan bagi hasil sesuai Pasal 24
Pasal 11 ekonomi lemah harus dilindungi dari ekonomi kuat.
Jadi ada larangan memiliki tanah luas sehingga orang bergantung padanya.
Pasal 12 yang intinya memuat asas gotong royong
Pasal 13 dilarang monopoli dalam penguasaan dang pengusahaan
tanah
Pasal 14 demi tercapainya masyarakat adil dan makmur / demi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat maka pemerintah membuat perencanaan,
penyediaan dan peruntukan serta pemeliharaan untuk tempat tertentu. Missal
untuk tempat ibadah, permukiman, kawasan industry, kepentingan umum, dll
Pasal 15 subyek hak termasuk lembaga pemerintahwajib
menjaga, memelihara maupun mencegah kerusakan tanah.
UUPA mengatur urusan tanah terdiri dari : Land reform
(pembaharuan tanah), hak atas tanah/pengurusan hak atas tanah, tata guna tanah
dan pendaftaran tanah. Kesemuanya didukung oleh administrasi pertanahan.
Pembatasan penggunaan tanah karena tanah merupakan sumber
daya alam yang sangat terbatas; untuk pemerataan pemilikan tanah; asas UUPA
larangan melakukan monopoli. Masalah tanah yang umum terjadi : tahun 1998 –
1999 kasus pembunuhan dukun santet yang bermula di banyuwangi. Dimana menurut
penelitianpemicunya adalah para tuan-tuan tanah dengan petani penggarap
mengenai sitem bagi hasil. Untuk mengatasi masalah landreform maka dikeluarkan
TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan SDA.
Pembaharuan struktur pemilikan tanah sehingga tercapai
pemilikan tanah yang lebih menjamin keadilan dan mewujudkan kesejahteraan.
Lima Program Landreform :
- Pembaharuan hukum agrarian melalui univikasi hukum yang berkonsepsi nasional dan menjamin kepastian hukum.
- Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah.
- Mengakhiri penghisapan feudal secara berangsur-angsur.
- Pembaharuan struktur penguasaan dan pemilikan tanah yang lebih berkeadilan dan mewujudakan keadilan.
- Terencana tata guna tanah.
Ada 3 hak dalam kewenangan penguasaan sesuai Pasal 2 ayat
(2) untuk pemilik tanah harus mengatur dan menentukan hubungan hukum antara
orang dengan BARAK (Bumi Air Ruang Angkasa); mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan penggunaan pemeliharaan BARAK; dan mengatur dan menentukan hubungan
hukum antara orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan
BARAK.
Output dari 3 hak tersebut di atas : tata ruang peruntukan
dan pemeliharaan atas BARAK; penentuan hak-hak atas tanah apa saja yang dapat
dimiliki; ketika orang melakukan jual beli maka pemerintah berhak mengatur tata
cara jual beli dengan harus menghadap PPAT (pejabat pembuat akta tanah)
Relefansi Program Landreform à karena ada gab/jarak yang mempunyai tanah dengan
yang tidak mempunyai tanah maka diperlukan perombakan struktur pemilikan tanah
tanah sehingga tercapai keadilan masalah kepemilikan tanah yang dapat
menimbulkan konflik
Tujuan Landreform secara social ekonomis adalah :
- Memperkuat kepemilikan tanah
- Memperbaiki hubungan penguasa tanah
- Memperbaiki produksi nasional
- Memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat (khususnya petani)
Secara Politis :
- Pengakhiran system tuan tanah
- Pembagian yang adil tentang sumberdaya tanah
- Memperkuat posisi tawar
- Mencegah dan mengendalikan konflik
Tujuan secara mental psikologis: meningkatkan gairah kerja
Program Landreform dalam arti sempit :
- Pembatasan luas maksimum penguasaan dan pemilikan tanah (Pasal 7pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan; Pasal 17 akan diatur luas maksimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh suatu keluarga/badan hukum dan tanah-tanah yang lebih dari batas maksimum akan dibagikan sesuai UU No. 56 Prp 1960 pasal 1-6 (Prp = Peraturan Presiden)
Pada intinya mengatur sebagai
berikut :
a) Menetapkan
luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian
b) Tidak
hanya terbatas pada tanah yang dikuasai seperti karena hubungan gadai / sewa
c) Batas
maksimum berlaku untuk orang yang menunjuk bagi yang belum berkeluarga atau
orang-orang menunjuk pada mereka yang sama-sama satu keluarga
d) Factor-faktor
yang menjadi dasar penentuan batas maksimum :
1) Tingkat
kepadatan penduduk yang di ukur per kabupaten/kota
2) Jenis
tanah pertanian (apakah tanah tegalan/kering atau sawah)
3) Jumlah
anggota keluarga
-
Tidak padat sawah 15 ha dan tegalan 20 ha
-
Padat
a. Kurang
padat sawah 10 ha dan tegalan 12 ha
b. Cukup
padat sawah 7,5 ha dan tegalan 9 ha
c. Sangat
padat sawah 5 ha dan tegalan 6 ha
Catatan : tidak padat ≤ 50 per
km²; kurang padat 51 – 250 per km²; cukup padat 251 – 400 per km²; dan sangat
padat ≥ 451 per km².
- Larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee (pemilikan tanah oleh orang yang berdomisili dikecamatan yang berbeda)
- Penetapan luas minimum pemilikan tanah
- Redistribusi tanah obyek landreform yaitu tanah-tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, tanah bekas swapraja dan tanah Negara
- Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah yang digadaikan
- Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian
- Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
Tanah – tanah yang dikuasai bersifat sementara missal
HGU/yang lainnya dan diperoleh dari pemerintah seperti tanah hak pakai,
bengkok/jabatan serta tanah pertanian yang dikuasai oleh bandan-badan hukum
tidak terkena batas maksimum ini.
Tindakan hukum
terhadap pemilikan yang melampaui batas maksimum :
- Bila saat berlakunya UU ini ada yang menguasai tanah lebih dari luas maksimum maka ia / mereka harus melapor ke Kantor Pertanahan setempat (dulu Direktorat Agraria)
- Mereka dilarang untuk memindahkan hak milik atas seluruh/sebagian tanah tersebut kecuali dengan izin dari kantor Pertanahan setempat
- Bila sejak mulai berlakunya UU ini orang/orang-orang menerima tanah pertanian yang menyebabkan pemilikan tanah lebih dari luas maksimum maka mereka harus mengupayakan agar luasnya tidak lebih dari luas maksimum
- Bila tidak melakukan maka tanah kelebihanmaksimum diambil dan menjadi tanah Negara untuk kemudian dijadikan tanah obyek Landreform.
Baca : Buku Budi Harsono edisi 1999 Hukum Agraria Indonesia : Sejarah
Pembentukan UUPA, isi dan pelaksanaan dan hambatan
Cermati asas-asas yang ditetapkan oleh UUPA dalam rangka untuk mencapai
hukum agrarian nasional, dalam buku Maria SW Sumardjono 2001 hukum pertanahan :
antara kebijakan dan implementasi, kompas
Pasal 17 ayat (1) UUPA diatur luas
maksimum &/ minimum tanah yang boleh dipunyai oleh WNI/PETANI
UU LR Pasal 8 diatur luas maksimum
&/ minimum tanah : memerintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan
usaha-usaha agar tanah minimum milik petani adalah 2 ha (tidak diatur apakah di
daerah padat/tidak, tanah basah/kering)
UU LR Pasal 9 pemindahan hak atas
tanah pertanian kecuali karena pewarisan dilarang dilakukan bila
mengakibatkankepemilikan kurang dari 2 ha, bila 2 (dua) orang /lebih memiliki
secara bersama tanah yang luasnya kurang dari 2 ha, maka dalam waktu satu tahun
mereka wajib menunjuk salah satu dari mereka atau memindahkan/mengalihkan
kepada pihak lain.
Upaya-upaya yang dilakukan
pemerintah adalah :
- Pencetakan tanah pertanian sawah yang baru, biasanya di luar jawa proyek lahan gambut
- Transmigrasi dengan memindahkan penduduk
- Redistribusi tanah-tanah pertanian (tanah pertanian yang terbengkalai dapat dibagikan kepada masyarakat)
UU LR Pasal 9 dilarang jual beli kecuali warisan (menimbulkan
masalah/fragmentasi sehingga dikritik)
Larangan pemilikan tanah pertanian absentee (pemilik tanah
oleh orang yang tidak berdomisili dimana tempat tanah tersebut berada dilarang)
landasan hukumnya Pasal 10 UUPA mengenai asas orang/badan hukum wajib
mengerjakan sendiri tanah pertaniannya secara aktif.
Alasan karena dapat menimbulkan eksploitasi, untuk itu
pemilik dalam jangka waktu 1 tahun harus pindah dikecamatan letak tanah
tersebut ada/mengalihkan. PP No. 224 /1961; PP No. 41 /1964; PP No. 4/1977
Yang dikecualikan dari larangan ini adalah
- Mereka yang berdomisili dikecamatan yang berbatasan dikecamatan letak tanah;
- PNS/POLRI/ABRI & orang lainnya yang dipersamakan dengan mereka yaitu pensiunan janda pegawai negeri dan janda pensiunan selama mereka belum menikah lagi. Catatan : duda PNS/ABRI/POLRI tidak dimungkinkan
- Mereka yang sedang menjalankan tugas Negara/menunaikan kewajiban agama contoh orang yang pergi haji, orang yang diangkat sebagai duta besar di luar negeri.
Catatan : Pengecualian bagi PNS 7
Pensiunan di atas adalah untuk pemilikan tanah absentee yang sudah/sedang
terjadi hingga 24 September 1961. Setelah tanggal tersebut pengecualian di atas
berlaku pula bila :
- Tanah pertanian diperoleh dari warisan dan hibah waris kepada ahli waris yang adalah PNS/Pensiunan.
- Apabila PNS membeli tanah pertanian yang mengakibatkan pemilikannya secara absentee, pembelian itu hanya dimungkinkan dalam tenggang waktu 2 tahun menjelang pension
- Pemilikan secara absentee karena perolehan warisan / hibah waris / pembelian 2 tahun menjelang pension hanya dibatasi luasnya 2/5 dari luas maksimum di daerah yang bersangkutan
Penebusan tanah pertanian yang digadaikan : gadai memiliki
sifat eksploitatif maka di larang oleh UUPA.
Memiliki hubungan hukum menolong seseorang missal
diminangkabau ada tanah pusaka yang tidak bias dijualbelikan tapi bias
menggadaikan (jangka waktunya terbatas)
UU LR membuat rumusan :
(7 + 1/2) – waktu berlangsungnya gadai
----------------------------------------------------- x uang
gadai
7
Tata guna tanah harus direncanakan agar benar-benar sesuai
peruntukannya. Permasalahan law enforcement didalam pelaksanaannya tidak sesuai
dengan yang direncanakan (penyimpangan).
Kegunaan tata guna tanah : area yang terbatas topografinya terbatas
sedang kegunaannya sangat banyak dan pertambahan penduduk sesuai dengan deret
ukur sehingga timbul masalah-masalah. Ditinjau dari masyarakat tata guna tanah diperlukan karena apabila tidak ada akan
menimbulkan konflik social (pencemaran). Tata guna tanah = tata guna agrarian.
UUPA mengatur tata guna agrarian tidak hanya tanah tapi juga sumber daya
agrarian yang lain tanpa mengabaikan fungsi social.
Hak milik kandungan kewenangannya berbeda dengan hak pakai.
Aspek public menunjuk kewenangan untuk mengatur sedang aspek perdata lebih
menunjuk pada keperdataan. Dalam unsure perdata terdapat kepemilikan (bias
penguasaan secara fisik maupun secara yuridis). Seseorang dapat menguasai tanah
secara fisik karena seseorang tersebut memiliki kewenangan yuridis tetapi ada
juga memiliki kewenangan yuridis menguasai tanah tapi tidak memiliki kekuasaan
fisik missal tanah dalam penjaminan.
Secara hierarki hak penguasaan ada :
- Hak bangsa UUPA Pasal 1 ayat (3) mengandung 2 aspek : privat à unsure kepunyaan bangsa Indonesia memiliki tanah di seluruh Indonesia. Catatan : bangsa tidak memiliki kewenangan untuk menjual. Publik à penguasa berhak mengatur menguasai dan mengelola tanah diseluruh Indonesia (diserahkan kepada Negara /pemerintah)
- Hak menguasai dari Negara UUPA pasal 2
Tanah-tanah yang dihaki dengan hak menguasai Negara pada
dasarnya yang ada diseluruh Indonesia baik yang dilekati maupun yang belum.
2 (dua) kategori tanah :
- Tanah yang langsung dikuasai Negara (tanah Negara) yaitu tanah yang belum dilekati oleh hak atas tanah seperti hak milik, HGB, HGU, Hak Pengelolaan, hak ulayat dari tanah wakaf. Meliputi juga : a. tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya.
b. Tanah-tanah
hak yang berakhir jangka waktunya dan telah diperpanjang lagi waktunya
c. Yang
tanah-tanahnya pemegang haknya meninggal dunia tanpa pewaris
d. Tanah-tanah
yang terlantarkan
e. Tanah-tanah
yang diambil untuk kepentingan umum
- Tanah yang tidak langsung dikuasai Negara yaitu tanah-tanah yang sudah dilekati oleh hak-hak seperti di atas.
Hak ulayat mengandung aspek perdata (karena menunjuk unsure
kepunyaan yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat); public kewenangan untuk
mengatur oleh masyarakat hukum adat. Masyarakat adat ulayat merupakan Negara
kecil
Pengakuan hak ulayat bias diakui pengakuan penuh
kecurigaan/pengakuan penuh dengan persyaratan dan pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional
(Pasal 3 UUPA)
Ada 2 pengakuan dalam pasal 3 UUPA:
- Pengakuan mengenai eksistensi
- Pengakuan mengenai pelaksanaan diakui asal tidak bertentangan dengan kepentingan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar