Jumat, 05 Juli 2013

KONSOLIDASI TANAH SEBAGAI PROGRAM STRATEGIS BPN RI

Konsolidasi Tanah, selanjutnya disingkat menjadi "KT". Dalam kaidah penataan wilayah, memang dalam penataan lingkungan permukiman seyogyanya selain penataan hunian-hunian juga menyiapkan prasarana dan sarana pendukungnya sesuai kebutuhan didasarkan standar pelayanan lingkungan yang ideal. KT dalam skala tanah yang luas, bukan sekedar menata penguasaan dan pemilikan tanahnya, tapi juga harus dibarengi dengan penataan peruntukan tanahmya, sesuai kebijaksanaan yang telah digariskan dalam RTRW "Rencana Tata Ruang Wilayah" Kota/Kabupatennya.
KT mempunyai perspektif ke depan yang tepat untuk menyiapkan P4T "Pemilikan, Penguasaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah" sekaligus infrastruktur berbasis tata ruang yang konsisten. Para peserta KT lebih tertarik dengan cara menyiapkan sarana bisnis peserta dilokasi itu misalnya pasar dengan membangun toko, sehingga peserta tidak pindah tetapi tetap dilokasi dengan menambah prosentase sedikit untuk fasilitas umum.
Untuk mewujudkan itu perlu diterapkan melalui Private Publik Participation, perlu dukungan pemerintah sebagai fasilitator dan swasta untuk pendanaan dan pembangunan, karena dalam KT perkotaan perlu dukungan dana yang besar untuk pembangunan fisiknya. Peran swasta diperlukan dan imbal baliknya perlu kompensasi bagi investor yang berpartisipasi dalam pembangunan melalui KT dan masyarakat tidak terbebani dana lagi dengan adanya program KT. Contoh idealnya begini : tanah diserahkan untuk STUP "Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan" 20% dan utk investor 30%. Investor membangun komersial area di tanah tersebut, tapi membangun rumah untuk peserta KT. Nanti karyawan di tempat usaha komersil direkrut dari penduduk peserta KT atau diberi sewa murah lapak usaha, tergantung dari kemampuan dari kemampuan dan kualitas SDM "Sumber Daya Manusia" peserta KT. Tapi pelaksanaan KT begini harus dilaksanakan pada tanah yang cukup luas, perlu dihitung minimal luas tanah yang diperlukan. 
Konsolidasi Tanah Pedesaan yang paling sederhana, apalagi jika masih merupakan sawah dimana sudah berupa blok-blok tertata dengan batas galangan tinggal membuat pelebaran jalan saja pada galangan yang sudah ada (intinya mempunyai akses) untuk membawa hasil panen, sementara sumbangan STUP dapat juga nantinya sebagai tempat transit sementara hasil panen atau penjemuran hasil panen juga bisa berupa pasar tempat terjadinya transaksi. Konsolidasi tanah perkotaan jiwanya bagaimana agar kota tidak kumuh karena permukimannya sudah tertata baik, punya akses (minimal mobil ambulan atau pemadam kebakaran bisa masuk), punya fasos/fasum konsolidasi tidak melulu cuma menata rumahnya, tidak melanggar sepadan apa saja yang kesemuanya itu notabene PEMDA-lah yang sangat berkepentingan karena merupakan dosanya Pemda terdahulu baik dari segi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dalam rangka Pembangunan dimana Planing Tata Kota merupakan barang mahal tidak pernah/jarang mau disosialisasikan terutama antar sektoral, pengawasan dan penertiban bangunan yang lemah serta pembiaran kaum nomade/urban menetap pada lahan-lahan negara dimana akumulasinya menimbulkan kekumuhan wajah kota yg banyak menimbulkan berbagai masalah sosial. BPN dimana powernya adalah legalisasi aset/sertipikat harus integrated dengan RTRWK dimana yang dapat dikeluarkan sertipikat hak atas tanah wajib hukumnya mengacu kepada RTRWK setempat jika tidak sesuai jangan dikeluarkan sertipikat hak atas tanahnnya dan dikota2 besar yang dinamis perkembangannya sebaiknya hanya diberikan HGB, baik tanah negara/garapan maupun tanah milik adat /girik. Negara Asia yang berhasil dalam KT adalah Jepang, Taiwan dimana KT diberikan insentif bahkan subsidi oleh Pemerintah.
Susunan kalimat jadi beberapa paragraf di atas diambil dari komentar di group BPN RI Community, kiranya yang memiliki ide/pendapat memberikan ijin untuk dibagi ke publik sapa tahu bermanfaat dan menjadi ladang pahala. Maaf kurang lebihnya dari Yanu Editama 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar