ü
Istilah dalam hukum waris :
·
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan
meninggalkan harta kekayaan.
·
Ahli waris adalah orang yang menggantikan
kedudukan Pewaris dalam hukum kekayaan, karena meninggalnya si Pewaris dan
berhak menerima harta peninggalan Pewaris.
·
Harta warisan adalah keseluruhan harta kekayaan
yang berupa aktiva dan pasiva yang ditinggalkan oleh si Pewaris setelah
dikurangi semua hutang-hutangnya.
ü
Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn (Asas-asas dan
susunan hukum adat, terjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Jakarta Penerbit
Pradnya Paramita, 1994 hlm. 202) : "Hukum waris adalah aturan-aturan hukum
yang mengatur hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan
dan peralihan dari harta kekayaan yang berujud dan tidak berujud dari turunan
keturunan".
ü
Menurut A. Pitlo, (Hukum waris menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, terjemahan M. Isa Arief, S.H. Jakarta
Penerbit Intermasa, 1994 hlm. 1.) : "Hukum waris adalah kumpulan peraturan
yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu
mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari
pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara
mereka dengan pihak ketiga".
ü
Menurut Prof. R. Subekti, S.H. (Pokok-pokok
hukum perdata, Jakarta Penerbit Intermasa, 1987, hlm.17.b.) : "Hukum
Warisan itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan
seseorang".
ü
Menurut Prof. Dr. R. Supomo, S.H. (Bab-Bab
Tentang Hukum Adat, Jakarta Penerbit Pradnya Paramita, 1993, hlm. 79) : "Hukum
waris adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak berujud benda (immaterriele goederen) dari suatu
angkatan manusia (generatie) kepada
turunannya".
ü
Menurut Prof. Dr. R. Santoso Pudjosubroto, S.H.
(Masalah Hukum Sehari-hari, Yogyakarta Penerbit Hien Hoo Sing, 1964, hlm. 8) :
" Hukum waris adalah hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal
dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup ".
ü
Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
(Hukum Warisan di Indonesia, Jakarta Penerbit Sumur Bandung, 1976, hlm. 8) : "
Hukum waris adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia
akan beralih kepada orang yang masih hidup ".
ü
Menurut Kompilasi Hukum Islam (H.M. Munir
Achmad, S.H., M.H., Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan
Pengadilan Agama, Banyuwangi, 2008, hlm. 441) : " Hukum kewarisan adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
Pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing".
ü
Menurut Hukum Waris Perdata Barat (KUHPerdata)
prinsip hukum waris / pewarisan adalah mengenai perpindahan kekayaan si
Pewaris. Kekayaan si Pewaris adalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang. Hukum waris pada hakekatnya merupakan bagian dari hukum harta kekayaan.
Oleh prinsip tersebut maka hak dan kewajiban yang diwariskan dapat dinilai
dengan uang, kecuali dalam hal-hal tertentu, yaitu :
1. Pemberian
kuasa berakhir dengan meninggalnya si Pemberi Kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata)
2. Hubungan
kerja yang bersifat pribadi tidak beralih kepada ahli warisnya (Pasal 1601 KUH
Perdata)
3. Keanggotaan
dalam Perseroan tidak beralih kepada ahli warisnya (Pasal 1646 KUH Perdata)
4. Hak
Pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang mempunyai hak tertentu
(Pasal 807 KUH Perdata)
Pewarisan karena kematian dalam Pasal 830 KUH Perdata
secara garis besar menentukan, bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian.
Oleh karena itu sejak detik kematian maka segala hak dan kewajiban Pewaris
beralih pada para ahli warisnya.
Dalam Pasal 852 butir 2 KUH Perdata menerangkan ahli waris
yang terpanggil untuk mewaris karena hubungan darah dengan Pewaris. Sedangkan
dalam Pasal 841 dan 852 butir 2 KUH Perdata menerangkan mewaris berdasarkan
penggantian tempat merupakan ahli waris yang menjadi keturunan keluarga sedarah
dari Pewaris yang muncul sebagai pengganti tempat orang lain yang seandainya
tidak mati lebih dahulu dari Pewaris yang sedianya akan mewaris.
Jadi unsur-unsur dalam pewarisan meliputi :
- Pewaris (orang yang meninggal dunia)
- Harta peninggalan (harta kekayaan = hak dan kewajiban yang ditinggalkan)
- Ahli waris (orang yang memiliki hubungan dengan Pewaris)
- Hukum waris hanya dalam hukum orang/manusia sebagai subyek hukum dalam hukum orang dan keluarga
Berdasarkan ketentuan hukum waris Perdata Barat:
Sebagaimana diatur dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut. Oleh karena itu, anak yang diadopsi secara sah melalui putusan pengadilan, kedudukannya adalah sama dengan anak kandung. Sehingga yang bersangkutan berhak mewarisi harta peninggalan orang tuanya.
Sedangkan berdasarkan Hukum Islam:
Pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H., Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991). Dengan demikian, anak adopsi tidak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya. Untuk melindungi hak dari anak adopsi tersebut, maka orang tua angkat dapat memberikan wasiat asalkan tidak melebihi 1/3 harta peninggalannya.
Catatan: Jawaban pertanyaan tersebut ada pula penjelasannya di buku Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Memahami HUKUM WARIS – Karya: Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. (Kaifa, Desember 2012).