Sertipikat
tanah hanya "tanda bukti hak " atas sesuatu obyek tanah. Surat Keputusan (SK) hak penetapan
obyek hak dengan subyek hak, yang punya titel hak adalah obyek/tanah, kira-kira
begitu.
Lahir hak karen Keputusan Clan Adatnya, Peristiwa Hukum atau Perbuatan Hukum.
Sertipikat tanda bukti hak menurut hak-hak yang ada dalam Pasal 16 UUPA.
Sertipikat sebagai tanda bukti hak saja.
Sertipikat HAT sebagai alat bukti yang kuat bukan mutlak, karena sertipikat sebagai penguat keyakinan hakim dalam mengambil keputusan. Proses pembuktian di Pengadilan. Apabila ada pembuktian terbalik atas sertipikat maka sebagai alat bukti yang kuat menjadi lemah jika terbukti sebaliknya.
Minggu, 07 Juli 2013
Jumat, 05 Juli 2013
KONSOLIDASI TANAH SEBAGAI PROGRAM STRATEGIS BPN RI
Konsolidasi Tanah, selanjutnya disingkat menjadi "KT".
Dalam kaidah penataan wilayah, memang dalam penataan lingkungan
permukiman seyogyanya selain penataan hunian-hunian juga menyiapkan prasarana
dan sarana pendukungnya sesuai kebutuhan didasarkan standar pelayanan
lingkungan yang ideal.
KT dalam skala tanah yang luas, bukan sekedar menata penguasaan dan
pemilikan tanahnya, tapi juga harus dibarengi dengan penataan peruntukan
tanahmya, sesuai kebijaksanaan yang telah digariskan dalam RTRW "Rencana Tata Ruang Wilayah"
Kota/Kabupatennya.
KT mempunyai perspektif ke depan yang tepat untuk menyiapkan P4T "Pemilikan, Penguasaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah" sekaligus infrastruktur berbasis tata ruang yang konsisten. Para peserta KT lebih tertarik dengan cara menyiapkan sarana bisnis peserta dilokasi itu misalnya pasar dengan membangun toko, sehingga peserta tidak pindah tetapi tetap dilokasi dengan menambah prosentase sedikit untuk fasilitas umum.
Untuk mewujudkan itu perlu diterapkan melalui Private Publik Participation, perlu dukungan pemerintah sebagai fasilitator dan swasta untuk pendanaan dan pembangunan, karena dalam KT perkotaan perlu dukungan dana yang besar untuk pembangunan fisiknya. Peran swasta diperlukan dan imbal baliknya perlu kompensasi bagi investor yang berpartisipasi dalam pembangunan melalui KT dan masyarakat tidak terbebani dana lagi dengan adanya program KT. Contoh idealnya begini : tanah diserahkan untuk STUP "Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan" 20% dan utk investor 30%. Investor membangun komersial area di tanah tersebut, tapi membangun rumah untuk peserta KT. Nanti karyawan di tempat usaha komersil direkrut dari penduduk peserta KT atau diberi sewa murah lapak usaha, tergantung dari kemampuan dari kemampuan dan kualitas SDM "Sumber Daya Manusia" peserta KT. Tapi pelaksanaan KT begini harus dilaksanakan pada tanah yang cukup luas, perlu dihitung minimal luas tanah yang diperlukan.
Konsolidasi Tanah Pedesaan yang paling sederhana, apalagi jika masih merupakan sawah dimana sudah berupa blok-blok tertata dengan batas galangan tinggal membuat pelebaran jalan saja pada galangan yang sudah ada (intinya mempunyai akses) untuk membawa hasil panen, sementara sumbangan STUP dapat juga nantinya sebagai tempat transit sementara hasil panen atau penjemuran hasil panen juga bisa berupa pasar tempat terjadinya transaksi. Konsolidasi tanah perkotaan jiwanya bagaimana agar kota tidak kumuh karena permukimannya sudah tertata baik, punya akses (minimal mobil ambulan atau pemadam kebakaran bisa masuk), punya fasos/fasum konsolidasi tidak melulu cuma menata rumahnya, tidak melanggar sepadan apa saja yang kesemuanya itu notabene PEMDA-lah yang sangat berkepentingan karena merupakan dosanya Pemda terdahulu baik dari segi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dalam rangka Pembangunan dimana Planing Tata Kota merupakan barang mahal tidak pernah/jarang mau disosialisasikan terutama antar sektoral, pengawasan dan penertiban bangunan yang lemah serta pembiaran kaum nomade/urban menetap pada lahan-lahan negara dimana akumulasinya menimbulkan kekumuhan wajah kota yg banyak menimbulkan berbagai masalah sosial. BPN dimana powernya adalah legalisasi aset/sertipikat harus integrated dengan RTRWK dimana yang dapat dikeluarkan sertipikat hak atas tanah wajib hukumnya mengacu kepada RTRWK setempat jika tidak sesuai jangan dikeluarkan sertipikat hak atas tanahnnya dan dikota2 besar yang dinamis perkembangannya sebaiknya hanya diberikan HGB, baik tanah negara/garapan maupun tanah milik adat /girik. Negara Asia yang berhasil dalam KT adalah Jepang, Taiwan dimana KT diberikan insentif bahkan subsidi oleh Pemerintah.
Susunan kalimat jadi beberapa paragraf di atas diambil dari komentar di group BPN RI Community, kiranya yang memiliki ide/pendapat memberikan ijin untuk dibagi ke publik sapa tahu bermanfaat dan menjadi ladang pahala. Maaf kurang lebihnya dari Yanu Editama
KT mempunyai perspektif ke depan yang tepat untuk menyiapkan P4T "Pemilikan, Penguasaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah" sekaligus infrastruktur berbasis tata ruang yang konsisten. Para peserta KT lebih tertarik dengan cara menyiapkan sarana bisnis peserta dilokasi itu misalnya pasar dengan membangun toko, sehingga peserta tidak pindah tetapi tetap dilokasi dengan menambah prosentase sedikit untuk fasilitas umum.
Untuk mewujudkan itu perlu diterapkan melalui Private Publik Participation, perlu dukungan pemerintah sebagai fasilitator dan swasta untuk pendanaan dan pembangunan, karena dalam KT perkotaan perlu dukungan dana yang besar untuk pembangunan fisiknya. Peran swasta diperlukan dan imbal baliknya perlu kompensasi bagi investor yang berpartisipasi dalam pembangunan melalui KT dan masyarakat tidak terbebani dana lagi dengan adanya program KT. Contoh idealnya begini : tanah diserahkan untuk STUP "Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan" 20% dan utk investor 30%. Investor membangun komersial area di tanah tersebut, tapi membangun rumah untuk peserta KT. Nanti karyawan di tempat usaha komersil direkrut dari penduduk peserta KT atau diberi sewa murah lapak usaha, tergantung dari kemampuan dari kemampuan dan kualitas SDM "Sumber Daya Manusia" peserta KT. Tapi pelaksanaan KT begini harus dilaksanakan pada tanah yang cukup luas, perlu dihitung minimal luas tanah yang diperlukan.
Konsolidasi Tanah Pedesaan yang paling sederhana, apalagi jika masih merupakan sawah dimana sudah berupa blok-blok tertata dengan batas galangan tinggal membuat pelebaran jalan saja pada galangan yang sudah ada (intinya mempunyai akses) untuk membawa hasil panen, sementara sumbangan STUP dapat juga nantinya sebagai tempat transit sementara hasil panen atau penjemuran hasil panen juga bisa berupa pasar tempat terjadinya transaksi. Konsolidasi tanah perkotaan jiwanya bagaimana agar kota tidak kumuh karena permukimannya sudah tertata baik, punya akses (minimal mobil ambulan atau pemadam kebakaran bisa masuk), punya fasos/fasum konsolidasi tidak melulu cuma menata rumahnya, tidak melanggar sepadan apa saja yang kesemuanya itu notabene PEMDA-lah yang sangat berkepentingan karena merupakan dosanya Pemda terdahulu baik dari segi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dalam rangka Pembangunan dimana Planing Tata Kota merupakan barang mahal tidak pernah/jarang mau disosialisasikan terutama antar sektoral, pengawasan dan penertiban bangunan yang lemah serta pembiaran kaum nomade/urban menetap pada lahan-lahan negara dimana akumulasinya menimbulkan kekumuhan wajah kota yg banyak menimbulkan berbagai masalah sosial. BPN dimana powernya adalah legalisasi aset/sertipikat harus integrated dengan RTRWK dimana yang dapat dikeluarkan sertipikat hak atas tanah wajib hukumnya mengacu kepada RTRWK setempat jika tidak sesuai jangan dikeluarkan sertipikat hak atas tanahnnya dan dikota2 besar yang dinamis perkembangannya sebaiknya hanya diberikan HGB, baik tanah negara/garapan maupun tanah milik adat /girik. Negara Asia yang berhasil dalam KT adalah Jepang, Taiwan dimana KT diberikan insentif bahkan subsidi oleh Pemerintah.
Susunan kalimat jadi beberapa paragraf di atas diambil dari komentar di group BPN RI Community, kiranya yang memiliki ide/pendapat memberikan ijin untuk dibagi ke publik sapa tahu bermanfaat dan menjadi ladang pahala. Maaf kurang lebihnya dari Yanu Editama
PELAKSANAAN PELAYANAN PEMETAAN TEMATIK DI BPN RI
PELAKSANAAN PELAYANAN PEMETAAN TEMATIK DI BPN RI
Pelaksanaan
Pelayanan Pemetaan Tematik per 01 Mei 2013 perlu kehati-hatian jika
tidak maka merugikan Neara dan menjadi Piutang Negara.
Perbedanya
pemisahan dan pemecahan? sama2 menghasilkan penguasaan dan pemilikan
tanah yang kecil2 untuk kepentingan tertentu, seharusnya dikendalikan
dengan mekanisme pemetaan tematik. Namun riil/kenyataannya di KKP WEB hanya
dikenakan yang pemecahan. sedangkan pemisahann tidak sehingga celah berpikir pragmatis/nyari keuntungan dengan akhirnya drpada
bayar Pemetaan tematik untuk pemecahan lebih baik pemisahan saja biar
ngirit/hemat biaya.
Pemecahan
itu dibagi habis no hak baru sertipikat lama mati sedangkan pemisahan
sertipikat lama masih hidup no hak diberi catatan sebagian / yg pasti
bayar biaya beda.
Kenapa
di KKP WEB pemecahan dipungut pelayanan tematik sedangkan pemisahan tidak ? Di
kantah orang lebih memilih sebidang tanah dipisah 4 daripada dipecah 5. Kalau
dipisah 4 PNBP-nya hanya 200x4 bidang sedangkan jika dipecah 5 PNBP-nya 200x5 plus
5x75000. Hal tersebut ada potensi menghindari PNBP. Kemudian kenapa di PP No. 13 Tahun 2010
tertulisnya pemetaan tematik untuk pemecahan tidak ada pemisahan?
Pemisahan:
1 bidang tanah yg telah bersertipikat, ada sebagian yang akan
dikeluarkan dari induk, baik melalui jual beli, warisan, dlsb. bila luas
yang dikeluarkan lebih kecil dari luas yg tersisa di sertipikat induk,
maka itu yg disebut pemisahan.
Pemecahan : sertipikat induk tetap berlaku, bidang yg
dikeluarkan dibuatkan sertipikat baru. kalau tanah yg dikeluarkan
lebih luas dari sisa di sertipikat induk, maka itu yg disebut pemecahan.
sertipikat induk dimatikan dan diterbitkan sertipikat baru, dan tanah
yg dikeluarkan juga dibuatkan sertipikat.
Jadi tidak masalah dipecah
4,5,10, batasan pemisahan dan pemecahan tetap jelas.
Seperti
yang kita tahu kita di samping menjalankan hukum pertanahan, juga
melaksanakan Politik Pertanahan, permasalahkan antara pemisahan dan pemecahan itu adalah masuk
dalam ranah Politik Pertanahan, jelas ada maksud dari pada pengenaan Biaya Tematik
dalam pemecahan, agar masyarakat lebih memilih memisahkan dari pada memecahkan.
Hati-hati ketika terdapat surat dari
bendahara penerimaan meminta/menagih semua biaya tematik dari semua
kegiatan pengukuran sejak diberlakukannya biaya pemetaan tematik.
Kenapa biaya pemetaan tematik harus dibebankan kepada masyarakat ?
jawabannya Negara masih belum mampu untuk membiayai
pembuatan peta tematik di indonesia
Pelaksanaan
Pelayanan Pemetaan Tematik per 01 Mei 2013 perlu kehati-hatian jika
tidak maka merugikan Neara dan menjadi Piutang Negara.
Perbedanya pemisahan dan pemecahan? sama2 menghasilkan penguasaan dan pemilikan tanah yang kecil2 untuk kepentingan tertentu, seharusnya dikendalikan dengan mekanisme pemetaan tematik. Namun riil/kenyataannya di KKP WEB hanya dikenakan yang pemecahan. sedangkan pemisahann tidak sehingga celah berpikir pragmatis/nyari keuntungan dengan akhirnya drpada bayar Pemetaan tematik untuk pemecahan lebih baik pemisahan saja biar ngirit/hemat biaya.
Pemecahan itu dibagi habis no hak baru sertipikat lama mati sedangkan pemisahan sertipikat lama masih hidup no hak diberi catatan sebagian / yg pasti bayar biaya beda.
Kenapa di KKP WEB pemecahan dipungut pelayanan tematik sedangkan pemisahan tidak ? Di kantah orang lebih memilih sebidang tanah dipisah 4 daripada dipecah 5. Kalau dipisah 4 PNBP-nya hanya 200x4 bidang sedangkan jika dipecah 5 PNBP-nya 200x5 plus 5x75000. Hal tersebut ada potensi menghindari PNBP. Kemudian kenapa di PP No. 13 Tahun 2010 tertulisnya pemetaan tematik untuk pemecahan tidak ada pemisahan?
Pemisahan: 1 bidang tanah yg telah bersertipikat, ada sebagian yang akan dikeluarkan dari induk, baik melalui jual beli, warisan, dlsb. bila luas yang dikeluarkan lebih kecil dari luas yg tersisa di sertipikat induk, maka itu yg disebut pemisahan.
Pemecahan : sertipikat induk tetap berlaku, bidang yg dikeluarkan dibuatkan sertipikat baru. kalau tanah yg dikeluarkan lebih luas dari sisa di sertipikat induk, maka itu yg disebut pemecahan. sertipikat induk dimatikan dan diterbitkan sertipikat baru, dan tanah yg dikeluarkan juga dibuatkan sertipikat.
Jadi tidak masalah dipecah 4,5,10, batasan pemisahan dan pemecahan tetap jelas.
Seperti yang kita tahu kita di samping menjalankan hukum pertanahan, juga melaksanakan Politik Pertanahan, permasalahkan antara pemisahan dan pemecahan itu adalah masuk dalam ranah Politik Pertanahan, jelas ada maksud dari pada pengenaan Biaya Tematik dalam pemecahan, agar masyarakat lebih memilih memisahkan dari pada memecahkan.
Hati-hati ketika terdapat surat dari bendahara penerimaan meminta/menagih semua biaya tematik dari semua kegiatan pengukuran sejak diberlakukannya biaya pemetaan tematik.
Kenapa biaya pemetaan tematik harus dibebankan kepada masyarakat ? jawabannya Negara masih belum mampu untuk membiayai pembuatan peta tematik di indonesia
Kamis, 04 Juli 2013
SURAT JUAL BELI
SURAT JUAL BELI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Pihak
I (Pertama) 1) Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. KTP :
2) Nama
:
Umur :
Alamat :
Pekerjaan
:
No. KTP :
Selanjutnya Pihak I (Pertama) disebut sebagai Penjual;
Pihak
II (Kedua) Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan
:
No. KTP :
Selanjutnya Pihak II (kedua) disebut sebagai Pembeli
Dengan ini
bersepakat mengadakan perjanjian jual beli sebidang tanah Pekarangan/Pertanian seharga
Rp. ...........000.000,- (.............. rupiah) yang terletak di Desa/Kelurahan ,
Kecamatan , Kabupaten/Kota , Provinsi .......... Adapun
batas-batas tanah dimaksud adalah sebagai berikut:
Utara :
Timur :
Barat :
Selatan
:
Demikian surat jual beli ini kami buat
dengan benar dan tanpa paksaan.
Kabupaten/Kota........., Bulan 2013
Pihak II
(Kedua)
Pembeli,
Nama :
|
Pihak I
(Pertama)
Penjual,
Materai
Rp. 6000
Nama : Nama :
|
Para
Saksi
Nama :
Nama :
|
Menyetujui
Anak-anak
Penjual,
1………………………..
2………………………….
3…………………………
4………………………….
5………………………….
|
Mengetahui
Kepala
Desa/Kelurahan,
Nama:
|
|
|
|
Langganan:
Postingan (Atom)